“Mama, Opi pegi dulu.” Kata si kecil sambil mencium pipi sang bunda.
“Iya. Ati-ati ya sayang.” Alya mengecup dahi Opi.
“Aku pergi dulu, say.” Hendra pamit sambil menggandeng Opi.
Alya melambaikan tangan pada mereka berdua.
Alya ambruk ke atas ranjang setelah Hendra dan Opi pergi. Pengaruh obat yang dia minum setelah sarapan tadi membuatnya sangat mengantuk. Ibu rumah tangga yang jelita itu tertidur selama hampir dua jam sebelum terbangun dan memutuskan untuk bersantai-santai sambil membaca tabloid. Alya bertanya-tanya kemanakah Bu Bejo hari ini.
###
Saat kemudian terbangun, Dina sedang berbaring di sofa dan Pak Pramono duduk di sampingnya.
“Anda ingin saya ambilkan segelas air?” tanya Pak Pramono.
“Apa yang terjadi? Ya Tuhan, saya ingat. Tidak mungkin. Anton tidak akan melakukan itu semua. Apa yang akan anda lakukan?”
“Itulah sebabnya hari ini saya memutuskan kemari dan menemui Mbak Dina. Saya punya penawaran.” Kata Pak Pramono.
“Penawaran? Untuk saya? Apa yang bisa saya lakukan?”
Pak Pramono tersenyum nakal. “Begini, Bu Anton, atau boleh saya panggil Mbak Dina saja supaya akrab? Anda terlalu muda dan cantik untuk dipanggil ibu.”
Dina mengangguk.
“Baiklah, Mbak Dina. Anda bisa membantu suami, dalam hal ini Mas Anton, dan juga seluruh keluarga Mbak Dina. Saya punya bukti-bukti kuat yang akan menggiring Pak Anton ke penjara untuk jangka waktu yang sangat lama. Saat melakukan penyelidikan, kami juga menerima berkas-berkas laporan keuangan dan bon tagihan bulanan keluarga anda.”
Dina sudah siap memprotes, tapi kemudian terdiam dan membiarkan Pak Pramono meneruskan keterangannya.
“Memang apa yang saya lakukan bersama tim terdengar ilegal, tapi saya bersumpah apa yang kami lakukan sah sesuai hukum. Saya memberitahu anda saat ini karena ingin anda mengerti posisi kami. Dari apa yang kami dapatkan, kami menemukan bukti bahwa keluarga anda telah berfoya-foya dengan membeli berbagai peralatan elektronik dan…”
“Berfoya-foya? Kami tidak minta apa-apa! Itu semua Mas Anton yang membelikan!” teriak Dina panik.
“Kami minta maaf, tapi saya tetap pada pernyataan saya. Suami anda menghabiskan uang dalam jumlah yang tidak sedikit dan seiring dengan kegiatan judi yang dia lakukan dan banyaknya hutang yang dia tanggung dari kegiatannya itu, saya rasa anda tidak sanggup mengeluarkan lebih banyak lagi dana dari anggaran belanja anda. Pak Anton harus kehilangan pekerjaan dan mendekam di penjara.”
“Ya Tuhan, lalu apa yang akan terjadi kalau anda melakukan itu?! Kami akan kehilangan rumah! Anak-anak! Apa yang terjadi pada mereka? Sekolah dan lain-lain!”
“Benar sekali. Itu sebabnya saya disini. Saya bukan pendendam. Saya memang sangat marah saat tahu Pak Anton telah mencuri uang perusahaan, tapi saya lalu teringat pada Mbak Dina dan… ahh, saya punya penawaran menarik.”
“Apa yang anda maksud… penawaran menarik?”
“Apakah anda berniat membantu Pak Anton mempertahankan pekerjaannya dan menjauhkan suami anda dari jeruji penjara?”
“Tentu saja.”
“Apa yang anda akan lakukan untuk itu?”
“Apa saja.”
Tentunya Dina bermaksud membayar kembali hutang Anton pada perusahaan, bahkan jika dia harus menjadi pembantu rumah tangga atau buruh cuci untuk melakukannya.
Dina akan sangat terkejut saat Pak Pramono melanjutkan niatnya.
“Saya sangat lega anda berpendapat demikian, Mbak Dina. Tahu tidak, anda sungguh sangat cantik jelita. Sangat mempesona.”
“Terima kasih. Tapi sebaiknya kita tetap pada pokok permasalahan.”
“Itulah yang sedang saya lakukan. Saya ingin menolong keluarga anda keluar dari kesulitan ini. Dengar baik-baik apa yang hendak saya sampaikan: saya orang yang sangat kaya, jadi saya bisa melupakan uang yang dicuri suami anda dari perusahaan hanya jika… jika anda berlaku ‘baik’ terhadap saya.”
“Pak Pramono, apa saya tidak pernah berbuat baik pada anda? Apa pernah saya berlaku tidak sopan pada anda?”
0 Komentar