Ticker

6/recent/ticker-posts

Ad Code

Responsive Advertisement

Alfi Bu Niken dan Dokter Lila part 3


itu Alfi terlihat sedang dalam mengumuli seorang wanita cantik. Pantat bulatnya berayun cepat penuh dengan gairah membara. Wanita itu tak lain adalah Sriti, seorang mantan PSK tercantik dari lokalisasi X teman sekamar dan sejawat ibunya Alfi dulu. Tubuhnya yang sintal ditambah wajah yang manis menjadikannya rebutan para pelanggan tempat tersebut selama beberapa tahun. Meski kulit tubuh gadis itu tak seputih kulit Sandra maupun Niken namun wanita itu terlihat sangat ayu dengan kulit kuning langsat. Sejak berada di kota H, Alfi seakan menemukan lagi cinta pertamanya. Ia merengek-rengek minta persetubuhan pada wanita yang bertahun-tahun ia rindukan ini. Walau pada awalnya sempat menolak namun akhirnya Sriti mau menuruti keinginan anak itu. Sriti juga tak dapat mengingkari jika ia sebenarnya rindu akan belaian seorang lelaki. Sekian lama Ia memang  tak pernah lagi merasakan sebuah persetubuhan semenjak ia meninggalkan dunia hitam dua tahun yang lalu. Tak tanggung-tanggung hari ini ia mendapatkan penis Alfi yang sudah tumbuh sedemikian besarnya. Belum pernah ia melayani pelanggan yang memiliki alat vital sebesar milik anak ini. Mulanya Sriti agak kaget melihat pertumbuhan kemaluan Alfi yang sangat pesat tersebut. Pastilah sangat menyakitkan buat Sandra dan yang lain saat mereka di perawani oleh anak ini dulu pikir Sriti. Ia sungguh tak menyangka akibat  perbuatannya dulu itu telah menjadikan  Alfi seorang kuda jantan kecil. Clek..clek…clek..clek.. suara itu mencul akibat kocokan-kocokan Alfi pada vagina Sriti.

“Ouhhh…Fiiiiiii” rintih Sriti.

Ia tak tahu entah sampai kapan Alfi akan menyetubuhinya. Meski sudah tiga jam-an melakukan itu namun bocah itu tak kunjung merasa puas. Alfi berusaha keras bertahan agar tak berejakulasi di vagina wanita yang dulu mengenalkannya pada seks buat pertama kali dan sekaligus merengut keperjakaannya itu. Ia tak ingin membuat Sriti hamil. Ia sadar bila ia hanya akan menambah kesusahan bagi kehidupan Sriti. Lima menit berselang Alfi merasakan penisnya diremas kuat-kuat oleh otot-otot kemaluan gadisnya itu. Ia tahu Sriti telah kembali memperoleh orgasmenya. Entah ia tak mengitung berapa kali Sriti mengalaminya. Yang jelas ia harus bertahan dalam hisapan dahsyat itu setidaknya setengah menitan bila tak ingin kebobolan.

 

“Sayanggggg….kakak dapettt lagiiii!” pekik Sriti lirih.

Ploppp! Akhirnya penis Alfi terlepas dari vagina Sriti tanpa berejakulasi.

“Kurang enak ya Fi? Memek kakak ngga seenak punya kak Sandra-mu ya?” tanyanya merajuk melihat Alfi belum juga berejakulasi.

“Siapa bilang. Punya kakak legit banget, peret dan ngisep kuat kok”

“Tuh buktinya kamu ngga keluar-keluar”

“Kakak sayang, Alfi ngga mau kakak hamil. Biar Alfi muncrat di mulut kakak saja”

Sriti mengambil posisi berbaring menyamping sehingga penis Alfi menghadap ke wajahnya.

“Ihhh…Besar banget sih!…” gumam Sriti gemas pada benda berkulup itu.

“Ohh..kakaaakkk” desah Alfi setelah dalam sekejap seluruh batang kemaluannya sudah lenyap dilumat oleh mulut kekasihnya itu. Sriti menghisap, mencucup, dan melakukan semua gerakan yang ia ketahui semasa ia menjadi pelacur dulu.Hanya dalam hitungan detik Alfi pasti bakal muncrat dibuatnya. Dan benar saja…

“Arckkkkk…. Ka.kaaakkkk!!!” pekik Alfi, bola matanya terbalik ke atas, penisnya berdenyut-denyut keras dan dari ujung lubang pipisnya melejit lendir-lendir kental menghantam kerongkongan Sriti. Sriti menelan semuanya tanpa sisa hingga pada tetes terakhir.

“Apa? mau Lagi?” Tanya Sriti pada Alfi ketika anak itu sudah akan menindihnya lagi.

“He e kak lagi”

“Sudahan dulu ah, punya kakak nyeri. Lagian bukankah hari ini kamu ada janji buat ketemu dengan dokter Lila?”

“Iya kak tapi jam sebelasan kan masih lama. Alfi  masih pingiiiin bangettt..”ujar Alfi sambil menunci posisi pinggul Sriti yang montok.

Sriti berusaha mengerakan pinggulnya namun tetap gagal menghindari agar hujaman Alfi. Penis besar anak itu seakan bermata dan tak pernah meleset menemukan sasarannya dan kembali bersarang di dalam bekapan vaginanya yang legit.

“Ouhhh….Fiiii….Dasar kamu ngga ada puas-puasnya”

 

********************************

Siang harinya Alfi janjian bertemu dengan Lila di sebuah mal. Alfi nyaris tak mengenali Lila jika tak disapa duluan oleh gadis itu. Alfi terperangah tak menyangka Lila sedemikian cantiknya bila sedang tak memakai atribut dokternya. Tak ada kaca mata tebal yang selalu nangkring di hidungnya, Rambutnya tergerai indah, dan bentuk tubuh gadis itupun begitu indah terbalut oleh sebuah gaun hitam ketat yang menonjolkan semua sisi kefemininnya. Selama ini Alfi hanya bertemu dengan Lila di ruang praktek.

“Fi, aku berencana pulang ke kota S beberapa hari lagi. Niken berpesan padaku buat mengajakmu pulang bersama.. Mereka ingin kamu ada di sana saat Nadine melahirkan minggu-minggu depan. Kuharap masa berkabungmupun sudah selesai”

“Iya kak…Alfi nurut apa kata mereka, Lagian Alfi juga sudah satu minggu tak sekolah”

“Di mana kamu tinggal Fi?”

“Alfi numpang menginap di rumah kontrakannya kak Sriti”

“O..Sriti juga tinggal di kota ini?”  Lila teringat pada mantan primadona lokalisasi X di kota S temannya ibu Alfi.

“Iya kak, Sejak dua tahun lalu ibu bersama dengan Kak Sriti memutuskan untuk  pindah ke sini buat memulai kehidupan baru yang lebih bersih. Ibu dan Kak Sriti bekerja di sebuah motel namun hanya sebagai receptionist mereka tak mau lagi melakukan pekerjaan mereka dulu. Kasihan ibu ia tak mempunyai keahlian apapun sehingga hanya mampu bekerja seperti itu. Dan yang paling Alfi sesali karena ibu sudah pergi sebelum Alfi jadi orang dan bisa memberikan apa-apa baginya”

Lila melihat Alfi begitu tegar menghadapi musibah yang menimpanya. Anak ini telah tumbuh menjadi pribadi yang tegar dan mandiri seiring kedewasaannya. Lila sangat menghargai orang-orang yang melawan kesulitan hidup ini dengan kerja keras, mereka yang membangun hidup dalam kepahitan nasif seperti halnya Alfi beserta ibunya dan juga Sriti. Betapapun ini juga mengingatkan ia akan perjuangan ibunya sendiri dalam menghidupi ia dan adiknya.

 

“Kakak turut prihatin atas musibah yang menimpa dirimu Fi, yang penting sekarang kamu harus rajin belajar dan bertekat untuk menjadi orang yang berhasil kelak”

“Makasih ya kak”

“Fi, kamu pasti belum makan siang kan?”

“Eng..Iya kak”

“Bagus kalau begitu kita makan di resto itu ya?”

“Eng.. terima kasih kak tapi biar Alfi makan di rumah saja”

“Loh..kenapa Fi, aku masih pingin ngobrol sama kamu sambil makan siang bersama”

“baiklah jika demikian”

Saat makan siang bersama, Alfi  dengan sabar meladeni Lila ngobrol. Perbedaan umur dan tingkat intelejensi yang jauh tak membuat pembicaraan mereka jadi tidak nyambung karena Alfi berbicara apa adanya. Anak itu begitu polos, jujur dan apa adanya juga dalam menuturkan kisah hidupnya. Tapi omonganya tak pernah menyerempet ke hal-hal yang tabu.. Lila-pun dengan perhatian mendengarkannya. Terkadang secara tidak sengaja cerita Alfi berakhir dengan kelucuan-kelucuan dan membuat Lila tertawa geli. Entah kapan terakhir ia makan siang atau malam bersama seorang lelaki. Mungkin lima atau enam bulan yang lalu. Iapun tak ingat pasti. Kala itu ia sempat makan malam bersama seorang lelaki. Acara makan malam yang kaku itu berakhir begitu saja tanpa ada kelanjutannya. Hal sama selalu terjadi pada setiap pria lain yang di sodorkan ibunya sebagai calon suaminya. Bahkan Robert pemuda terakhir itu hanya sempat datang bertamu dua kali tanpa di suguhi Lila air minum. Entah apakah karena sang dewa asmara yang sudah putus asa menarik busur buat membidikan panah asmara ke hati Lila ataukah memang karena memang hati gadis itu sangat keras dan dingin bagaikan sebuah bukit es. Yang jelas satu persatu para lelaki yang coba mendekatinya mundur dengan sendirinya karena gagal mencairkan kebekuan di hati Lila. Namun tidak dengan makan siang kali ini. Bersama Alfi, Lila merasakan kenyamanan dan  kegembiraan. Paling tidak ia bisa melupakan sejenak kegundahan hatinya terhadap permintaan sang bunda padanya kemarin sore. Obrolannya dengan Alfi seakan mampu melepaskan sedikit beban hatinya selama ini. 

 

“Sudah lama kamu tak datang ke klinik Fi, sebaiknya kamu rajin memeriksakan kesehatanmu” u

Posting Komentar

0 Komentar