Istri seorang pejabat yang haus sex
Di sana, di tengah kebun mewangi, rumah besar milik Bapak Sugianto berdiri. Bapak Sugianto adalah seorang pejabat tinggi yang sangat sibuk dengan urusan negara, namun rahasia yang ia tutupi dengan baik adalah kehausannya terhadap kepuasan seksual. Ibu Aisha, istrinya, adalah seorang wanita muda dan cantik, memiliki tubuh yang memukau dengan puncak buah dada yang meloncil seperti buah mango pada musim panen dan pantat yang bulat seperti buah naga matang. Rambut panjangnya, yang sering terlihat berlendir seperti benang emas di bawah sinar matahari, membuat wajahnya terlihat semakin indah. Tetapi di balik keindahan itu, Ibu Aisha sering merasa kosong dan terpeluk di ranjang malam ini, karena suaminya selalu mengabaikan keinginannya yang segar dan membara-barai kelapangan di bawah bintang-bintang.
Suatu hari, ketika Bapak Sugianto sedang bekerja sampai malam di kantor, Ibu Aisha, yang merasa sangat membosankan, berpikir untuk menghibur diri. Di sana, di samping rumah, ada seorang tukang kebun bernama Bambang. Bambang adalah seorang pria kuat dan tampan, kulit kecoklatan seperti gandum yang terpajan sinar matahari, tubuhnya kuat seperti pohon jati. Selama ini, dia hanya merupakan mata air mata bagi Ibu Aisha, tetapi malam ini, matahari yang menurun dan ujan yang lebat, membuat Ibu Aisha merasa sangat membutuhkan sesuatu yang bisa memenuhi kekosongannya.
Ibu Aisha melihat Bambang yang sedang bekerja, memotong rumput dengan gagah. Dengan pandangan yang sering jatuh pada alat kelamin pria itu, Ibu Aisha merasa dirinya terangsang. Perutnya menerima pulsa yang tidak bisa ditebaskan, panggung kecil di bawah celana Bambang tampaknya memiliki rahasia yang menggoda. Tiba-tiba, Ibu Aisha berjalan menuju kebun, hati berdenyut-denyut seperti burung di dada. Tidak sampai di dekat, ia memanggil Bambang dengan suara yang sedikit gemuk.
"Pak Bambang, tolong... tolong saya."
Bambang segera meninggalkan alat-alatnya dan berlari melihat ke arah Ibu Aisha, wajahnya kekuatiran melihat ibu rumahnya yang biasanya tenang begitu merana. Tetapi, di mata Ibu Aisha, tidak ada rasa takut, tapi ada cahaya lain yang mengelilingi pupilnya, seperti mata panther saat melihat mangsanya.
"Ada apa yang bisa saya bantu, Ibu Aisha?"
"Saya... saya butuh bantuan anda, untuk... hal kecil," ucap Ibu Aisha dengan wajah yang merah seperti buah delima.
Bambang tersadar, tetapi ia tetap tegas. "Apa yang perlu saya lakukan, Ibu?"
Ibu Aisha mengulur tangannya dan menarik Bambang keSaat Bambang ditarik ke arah Ibu Aisha, dia melihat bahwa wanita yang dulu hanya sebagai ibu rumah tangga, kini menunjukan wajah lain. Bibirnya merah menggigit, mata biru kecilnya terlihat kelabu seperti jamur yang dibasahi air mata, dan dada yang seksinya terlihat naik dan turun dengan cepat. Ibu Aisha, dengan hati yang sekarang dipenuhi lust, memandang Bambang dari atas ke bawah. Ia menepis rambut panjangnya yang lebat dan jatuh seperti sungutan kepada bahu, melepaskan bunga di kepala yang mekar, dan menunduk ke arah Bambang dengan suara yang seduktif.
"Pak Bambang, saya... saya ingin anda membantu saya," katanya, sambil meletakkan tangannya di atas dada Bambang, merasai kulit kasar dan badan yang kuat.
Bambang, yang tidak pernah mengalami perlakuan seperti ini dari ibu rumahnya, merasa heran tetapi tetap tegas. "Bolehkah saya tahu hal apa yang perlu dibantu, Ibu?"
Ibu Aisha menganggukkan kepalanya sekali sebelum menggulung bahu Bambang dengan kuat. Dia menggoda pria itu dengan badan yang lembut dan bulatnya yang memanjat ke langit. Tidak lama kemudian, ia mengeluarkan kata-kata yang membuat darah Bambang mendidih.
"Saya ingin anda memasukkan anakmu ke dalam saya," katanya sambil melihat ke arah alat vital pria itu yang mulai muncul keluar dari celana.
Bambang terkejut, tetapi rasa takut ini cepat terganti dengan keinginan. Dengan hati yang berdebar-debar, ia mengangguk kepala, menandai bahwa ia setuju dengan tawaran Ibu Aisha.
Mulailah kita melihat permainan seksual yang akan terjadi di antara Ibu Aisha, yang memiliki vagina yang lembab dan penuh harapan, dan Bambang, yang alat kelaminnya seperti tongkat bambu yang berdiri tegak di depan matahari.
Bambang mengeluarkan anaknya dari celana, memperlihatkan kepada Ibu Aisha sebuah anggota yang besar, tebal, dan tegas. Kepala alat kelaminnya berwarna merah muda seperti buah manggis, dan badannya seperti batang lidi yang siap untuk disetor. Ibu Aisha merasa asap panas nafsu seksual mengeluarkan diri dari tubuhnya, dan ia membuka pakaiannya dengan lambat, mewajarkan payudara yang seperti buah-buah melati yang tersaji di hadapan pria.
Tukang kebun itu segera memanfaatkan kesempitan, dengan menghisap permukaan kulit Ibu Aisha, mencium leher, siku, dan membuat jalur penuh dengan cairan kelapangan yang menyumbat napas. Dia menggigit tetikusnya, memecahkan kemahuan yang ada di tubuhnya, dan membuat Ibu Aisha merasa seperti sebuah wanita yang baru saja ditemukanIbu Aisha, di dalam rasa ingin tak terbendung, memegang kuat pada bokong Bambang yang kasar, merasakan panas dan kekuatannya. Bambang, yang terlihat tegas seperti pohon yang tinggi di sungai-sungai, memasukkan tangannya ke dalam celana Ibu Aisha. Dia merasai pantatnya yang bulat, seperti buah naga matang, dan merasai sampai ia menemukan lubang yang diambil alih oleh kecuran panas dan keinginan. Tangan Bambang bergerak dengan tepat, menggosok-gosok vagina Ibu Aisha yang keringat. Ibu Aisha beranjak, memukul dada Bambang dengan telapak tangan, merasakan getaran dari jari jari yang memukul diatas dada perempuannya.
Tukang kebun itu tahu bagaimana membuat seorang wanita seperti Ibu Aisha menjadi basah seperti sawah pada musim hujan. Ia menghisap payudara Ibu Aisha, sambil mencium dada yang seperti buah melon yang mengandung air mata. Bibirnya menempel di atas payudara, seperti lalat yang minum nektar dari bunga. Sementara itu, jari jari lainnya masuk ke dalam lubang, mengeluarkan suara-suara yang memperlihatkan kepuasan yang tiada tandingan.
Kemudian, ia mengeluarkan jari jari itu dari dalam, lalu memasukkannya kembali, hingga Ibu Aisha merasa seperti ada seekor ular yang menggigit di dalam tubuhnya. Rasa itu mengalir seperti sungai yang tak ada ujung. Ibu Aisha gugur ke tanah, badannya bergetar seperti daun di atas pohon. Bambang, yang kini seperti singa yang berlari di padang rumput, mengangkat kedua kaki Ibu Aisha, meletakkannya di atas bahu pada dirinya. Dengan gerakan yang kuat, ia memasukan alat kelamin besarnya ke dalam Ibu Aisha.
Suara seperti gemuruh air jatuh dari atas batu menggema-gema, menggambarkan penetrasi yang hebat itu. Ibu Aisha tersandung, sambil melihat ke langit malam yang dipenuhi bintang-bintang. Badan Bambang bergerak seperti ombak laut, sambil membuat Ibu Aisha merasakan ada yang besar dan kuat yang menghapus segala kekosongan di dalam dirinya. Setiap seretan, setiap guncangan, membuatnya terpukul oleh gelombang kejutan yang tidak pernah ia rasai sebelum ini.
Bambang, yang kini tampil seperti dewa yang datang dari dunia lain, memainkan tubuh Ibu Aisha seperti alat musik yang dirakit dengan kelembutan. Dia mempercepat, mengejar rasa puncaknya yang keduanya butuh. Ketika ia merasakan tanda-tanda yang tidak boleh dielakan, ia memperlakukan Ibu Aisha dengan tenaga yang teramat. Sampai akhirnya, ia merilis benihnya ke dalam lubang yang kosong, di mana kebahagiaan besar bercampur dengan kecurian panSelanjutnya, sambil melihat ke arah Bambang yang terus-menerus melakukan gerakan yang mengguncang dunia, Ibu Aisha merasakan panas yang menggigit dari dalam. Bibirnya lebar, menjadi sebuah lubang hitam yang lapar, ia menggigit labu-labu yang keluar dari mulutnya. Badan Bambang, seperti ombak laut yang mengguncang, menyebabkan Ibu Aisha merasa seperti ada yang menggigit dada dan perutnya sambil memasukan alat vitalnya ke dalam kelamannya. Lubang vagina Ibu Aisha, yang terlihat seperti sebuah bunga yang terbuka lebar di bawah sinar bulan, mulai meresap cairan pria yang kuat dan panas, melepaskan aroma penuh kelaparan.
Mata Ibu Aisha tertutup, badannya bergoyang seperti pohon yang dihantam angin topan. Tiap seretan, tiap guncangan dari alat kelamin Bambang, membuat ia merasakan sebuah kecenderungan yang tak dapat diredam. Suara gemuruh yang keluar dari rahimnya, seperti air mendadak melewat batu besar di sungai, menggambarkan kehangatan dan kelembapan yang semakin mendidih. Tukang kebun ini, yang terlihat kuat dan tegas seperti pohon jati yang berdiri di depan angin, tetap memasukan anaknya ke dalam ibu rumah yang begitu gila-gila ingin.
Ketika Bambang merasakan getaran yang semakin kuat, ia tahu bahwa ia dekat dengan kepuasan. Ia mempercepat gerakan, mencetus rasa yang seperti petir yang menerobos langit malam. Ibu Aisha merasakan sebuah tekanan yang mengguncang dada dan perutnya, sampai akhirnya ia melepaskan teriakan yang menggila-gilai. Tubuhnya seperti terkena listrik, badannya bergetar sambil menyapu angin malam yang sejuk.
Melihat ibu rumahnya berada di ketinggian kepuasan, Bambang memutus hubungan tubuh mereka dan melihat kepada Ibu Aisha dengan mata yang sekarat. Dia tahu, inilah saatnya untuk memberi yang terbaik dari diri. Dengan tangan yang kuat, ia mengeluarkan alat kelamin besar dan terampil dari dalam kepala Ibu Aisha. Cairan pria yang mengalir, seperti air mengalir dari sumur, tertampung di dalam rahim Ibu Aisha. Ibu Aisha, yang kini bercahaya seperti bulan purnama, tersandung di tengah kebahagiaan.
Sekarang, saat benih Bambang terlalu banyak untuk dibendung oleh dinding vagina, ia melepas semuanya di dalam. Sementara itu, Ibu Aisha, yang tampak seperti dibawahi sebuah air terjun yang mengalir, merasakan sebuah puncak kepuasan yang tak terbayangkan. Dengan hati yang penuh dengan rasa syukur dan tubuh yang lemas, ia tersandung di dalam lingkaran kehidupan yang baru, di manSetelah mengalami rasa puncak yang begitu mendidih, Ibu Aisha merasa badannya seperti tanah yang baru dirawai oleh hujan deras. Dia lemas dan tercurar di bawah tubuh Bambang, yang kini berdiri di hadapannya, tetap tegas seperti tongkat bambu yang tidak putus.
Ibu Aisha berkata pada Bambang, "Kalau Bapak Sugianto tahu, ia akan marah besar seperti gunung berapi yang meletus." Tetapi di balik pernyataan itu, ada suatu rasa kepuasan dan kekuatan yang bercahaya di mata biru kecilnya.
Bambang tersenyum lebar, tampaknya tidak peduli dengan dunia luar. "Tetap rahasia kita ya, Ibu. Saya tidak akan pernah mengatakannya kepada seseorang pun." Dia menyentuh wajah Ibu Aisha, yang kini seperti bunga yang baru dipetik dan terkena sinar matahari.
Mereka tetap berdiam di sana, badan mereka bersandar di atas tanah yang basah karena hujan, sementara alam malam tersembunyi di balik kelabuhan. Tukang kebun ini, yang terkenal akan kekuatannya, melihat ibu rumah yang terlena seperti sebuah ratu yang baru mengalami pemulihan kerajaan.
Kemudian, Ibu Aisha bangkit dari tanah, tampak seperti Dewi yang kembali ke kediaman. Dia melihat Bambang dengan tatapan yang penuh harapan, sambil mengajukan tawaran yang akan membuat malam ini semakin indah. "Mari kita kembali ke rumah, Bambang. Saya masih punya banyak hal yang ingin saya berkata dan banyak lah yang ingin saya tunjukan."
Dengan itu, mereka kembali berdua-dua, berjalan di tengah kebun yang masih dihantui ujan. Tetapi, di dalam hati Ibu Aisha, ia menyimpan rahasia yang akan mewarnai malam itu. Ia tahu, dengan benih yang telah dihantarkan ke dalam rahimmnya, ia akan memiliki anak baru, anak yang dibiarkan oleh Bapak Sugianto.
Tidak lama kemudian, Ibu Aisha memeriksa keadaan tubuhnya, menemukan tanda-tanda yang menandakan kehidupan baru. Ketika ia melihat pada perut yang mulai melonjak, ia merasakan campuran antara rasa bersalah dan kepuasan. Namun, di sisi lain, ia juga merasakan adanya yang membuatnya sebagai seorang wanita yang dihargai dan dihormati, walaupun hanya di hadapan Bambang, tukang kebun yang telah membuat malam-malam ini jadi penuh warna.
Ibu Aisha tersandung di dalam labirin emosi yang rumit, tetapi ia tahu bahwa tidak ada yang akan mengganti perasaan ini. Ia tersandung di antara dunia yang diwajibinya sebagai ibu rumah dan kecupan seksual yang ia temukan di bawah tangan pria kuat ini.
Dan sepanjang malam, mereka berpegangan erat, sambil bergelut dalam ranjng Meski malam itu penuh dengan ketegangan dan rahasia, kehidupan berlangsung seperti biasa di rumah Bapak Sugianto. Hari-hari berlalu, tetapi di balik itu, Ibu Aisha tidak dapat mengeluarkan pikiran yang menggoda dari kepala dan tubuhnya. Ia merasakan adanya yang aneh di dalam dirinya, sebuah kekosongan yang menggigit setiap waktu. Ketika Bapak Sugianto kembali dari kantor, ia menyambutnya dengan wajah yang tersenyum lebar, tetapi di dalam hatinya ia tersandung di antara rasa bersalah dan kepuasan yang tak bisa dibendung.
Suaminya, yang selama ini selalu sibuk, tidak menghiraukan perubahan pada tubuh istrinya yang semakin melonjak. Kehidupan mereka terlihat normal, namun di sana, di dalam kamar yang gelap, Ibu Aisha dan Bambang terus-menerus berbuat kecil yang membuat mereka saling tergila. Mereka bermain erotis dengan tenang, sambil berpegangan teguh pada janji rahasia yang mereka buat.
Kemudian, suatu hari, ketika Bapak Sugianto melihat Ibu Aisha sedang merawat kebun, dia mendengar sebuah kabar yang membuatnya heran. Kebingungan dan kecuriosan melihat tubuh istrinya yang mengandung, Bapak Sugianto tidak percaya dan bertanya tentang keadaan tubuhnya. Ibu Aisha, yang tersandung di antara dunia yang diwajibinya dan kecupan seksual yang membuatnya jadi wanita yang dihargai, melihat wajah suaminyang gelisah dan bertanya, "Ibu, apakah anda hamil?"
Ibu Aisha, dengan hati yang dibebani rahasia besar, tersandung di antara kepura-puraan dan kebocoran kenyataan. Dia tetap berdiri, melihat ke arah Bapak Sugianto, sambil menyapu rambut panjangnya yang kini tampak seperti serpentin yang jatuh ke tanah. Dia menganggukkan kepalanya, tersadar bahwa ia harus memberitahu kepadanya segala yang terjadi. Tetapi, sebelum ia bisa berkata apa pun, suaranya tersumbat oleh ketakutan.
Di samping itu, Bambang, tukang kebun yang sekarang menjadi pengeluar kepuasan di malam hari, tetap melakukan tugasnya seperti biasa. Tetapi, di dalam hatinya, ia merasakan adanya yang berubah. Ketika melihat Ibu Aisha yang melonjak, ia tahu bahwa mereka telah melanggar batas yang tidak boleh dilanggar. Rasa bersalah menghantui jiwanya, tetapi di sisi lain, ia merasakan kepuasan yang tak terbayangkan sebagai bapak seorang anak yang akan lahir.
Tapi, cerita ini tidak akan sampai di sini. Mereka akan menghadapi banyak tantangan dan masalah yang akan memperlihatkan sisi gelap dari kehidupan mereka. Ketika kecurian ketika siang hari, ketika pertemuan malam yang semakin sering,Ketika malam jatuh, Ibu Aisha dan Bambang berkumpul lagi di tengah-tengah kebun. Bulan purnama menyinari mereka sambil mereka berpegangan erat, badan mereka bergerak dengan irama alam semalam. Alat kelamin Bambang, yang masih kuat dan tegas, menggigit ke dalam lubang yang lembab pada Ibu Aisha. Suara-suara yang keluar dari rahim mereka, seperti serenada yang menggoda, menciptakan sebuah adegan yang penuh erotis. Setiap gerakan, setiap seretan, membuat mereka semakin tak bisa dipisah.
Ibu Aisha, yang kini berkembang seperti bulan pada langit, merasakan panas dan kelapuan yang mengalir seperti sungai. Bibirnya bergerak seperti ikan yang bermain di atas air, sambil tangannya mekar kulit kasar pada bokong Bambang. Bambang, yang kini tampak seperti sebuah dewa yang turun dari langit, mengukur tubuh Ibu Aisha dengan jari-jari yang tebal dan kasar. Dia merasai pantatnya yang seperti buah naga, badan yang seperti bulan muda yang mengandungi rahasia yang tak terbendung.
Ketika wajah Ibu Aisha menggelap seperti malam, tanda-tanda bahwa ia dekat dengan kepuasan, Bambang mengurangi kekuatannya. Dia tahu bahwa ia harus mengontrol diri, jangan sampai rahasia mereka terbongkar di depan dunia. Dia memperlakukannya dengan halus, sambil mempertaruhkan jaringan emosional yang mereka bina. Tetapi, di balik itu semua, ia merasakan ada yang indah, ada yang membuat hati mereka berdansa.
Mereka tetap bergerak, sambil merasakan rasa yang semakin kuat. Ibu Aisha melepas pakaiannya dengan lambat, tampak seperti melupakan seluruh dunia. Kemudian, ia menggigit lidi Bambang, melihat ke arah alat kelamin yang tegak seperti tiang pagoda. Dia tersandung di antara rasa takut dan keinginan. Tetapi, di sisi lain, ia juga merasakan ada yang membuatnya jadi wanita yang diinginkan.
Menggigit dada Bambang, Ibu Aisha mengeluarkan suara yang menggoda. Tukang kebun ini, yang kuat dan pandai mengalami kehidupan, melihat wanita ini seperti sebuah kekasih lama yang tiba-tiba muncul kembali di depan matanya. Dia merasai tubuhnya seperti sebuah petualangan baru, sambil memanfaatkan setiap detik yang mereka punyai.
Bambang, yang tersandDi dalam kamar yang gelap, Ibu Aisha merasakan panas yang mengalir dari dalam tubuhnya, menyebar seperti lahar panas dari gunung berapi. Badan Bambang, yang kuat dan kokoh seperti kayu jati, bergerak di atas tubuhnya. Dia mengulur jari jari kasarnya, merasai dada perempuannya yang seperti buah melon yang matang. Rasa dari jari-jari pria itu membuat Ibu Aisha merasakan ada yang tak terbayang sebelumnya, seperti sebuah wanita yang baru saja dibuka kembali.
Sementara itu, alat kelamin Bambang, yang besar dan tebal seperti kacang panjang yang dibasahi oleh air sungai, tetap menggigit ke dalam vagina Ibu Aisha. Lubang pada kepalanya, yang kelihatan seperti buah manggis yang matang, membuat Ibu Aisha terhisap ke dalam dunia baru. Suara gemuruh yang keluar dari rahim mereka, mirip dengan alunan sungai yang melewati ba,tu-batu besar. Mereka saling mengepul, menikam, sambil merasai kepuasan yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Ibu Aisha, yang kini terlihat seperti sebuah ikan yang terperangkat di atas air, merasakan panas yang menggeledah rahimmnya. Bibirnya terbuka lebar, mengeluarkan ujian yang berisik seperti angin malam. Dia bergoyang, sambil menggigit dada Bambang ....
0 Komentar