..…...
Pelan-pelan aku melangkah mendekatinya kuamati tubuhnya yang kuning langsat karena saat itu Ibu Ning hanya mengenakan baju daster warna hijau kembang-kembang dan bertali simpul satu dipundaknya. Lengannya dan juga pantatnya terlihat berisi karena memang wanita seusia dia pasti akan terlihat sedikit gemuk dan Tiba-tiba aku ingin menggodanya. Aku berjingkat perlahan dan menutup kedua matanya dengan tanganku dari belakang. Ibu Ning kaget berusaha melepaskan kedua tanganku. Aku menahan tawa sambil tetap menutup kedua matanya. Tapi akhirnya Ibu Ning mengenaliku juga. Maka segera kukendorkan tanganku.
"Donnii …… kamu bikin kaget Ibu saja akhh …..." Ucap Bu Ning sambil tetap membelakangiku dan menarik kedua tanganku kedepan dadanya. Ibu Ning bersandar didadaku. Kedua belah tanganku tepat mengenai buahdadanya yang kurasakan empuk dan besar itu. Gelora aneh mengalir didarahku. Sementara Bu Ning terus melanjutkan aktifitasnya mencuci gelas, aku justru memperhatikan bulu-bulu lembut dileher jenjangnya Rambutnya yang lurus sebahu saat itu tertarik keatas dan terjepit jepitan rambut, hingga leher bagus itu dapat kunikmati utuh. Aku berdesir. Kurasakan napasku mulai berat. Dengan bibirku akhirnya kukecup leher itu. Bu Ning merintih kegelian dan menghentikan kegiatan mencuci gelas lalu mencubit lenganku dengan genit. "Hiiiiihh ... Jangan Doonnnn …. Akhhhh ..... Ibu jadi merinding aahhh…" kata Ibu Ning. Sementara itu dekapan tanganku disusu dan dadanya makin kuat.
Ketika kuperhatikan ternyata Ibu Ning tidak marah dan tetap tenang maka kuulangi lagi kecupan itu berulang-ulang. Bekas cukuran kumis dan janggutku membuatnya kegelian. Tapi kurasakan tangan Bu Ning perlahan mencengkram erat dikedua jariku dan dia diam saja. Aku makin bernapsu. Ciuman, kecupan dan hisapan bibirku makin menjadi-jadi ke leher dan telinganya. Ibu Ning mendesah-desah sambil memejamkan mata. Kepalanya bergerak-gerak mengikuti cumbuan bibirku. Matanya terpejam dan napasnya menggelora. Kucari bibirnya, karena susah maka kuputar tubuhnya menghadapku dan langsung kusambar dengan bibirku.
Kupeluk erat Bu Ning. Dia menggeliat membalas ganasnya permainan bibirku. Kedua tangannya memegangi bagian belakang kepalaku seolah takut aku melepaskan ciuman bibirku. Kuremas-remas buahdadanya dengan tangan kananku. Bu Ning melepaskan ciumannya lalu merintih-rintih dengan kepala terdongak kebelakang seolah memberikan lehernya untukku. Dengan ganas langsung kuciumi leher yang jenjang dan terbuka itu.
“Oohh…. Donnnii…….. ooohhh….” Rintih Ibu Ning menahan nafsu birahi.
“Bu Ningggg …… eehhh…. Buahdada ini membuatku jadi bernafsu…” kataku dengan hati yang polos. Walau hatiku berdebar menahan gelora, tanganku masih saja menggerayangi dan meremas gemas buahdadanya yang montok dan besar itu. Tanganku segera menyelusup kedalam baju dasternya karena memang simpul tali dasternya telah berhasil aku lepaskan dari tadi. Jari tangan kananku menyelusup kedalam BHnya dan mengelus lembutnya buahdada seorang wanita setengah baya yang kini terkulai dalam pelukanku. Jari tanganku meremas-remas buahdada Ibu Ning yang besar dan montok itu, bahkan ketika sampai keputingnya dan memelintir-lintir puting itu, terasa kalau puting buahdada Ibu Ning telah menegang dan keras...
Pelan-pelan aku melangkah mendekatinya kuamati tubuhnya yang kuning langsat karena saat itu Ibu Ning hanya mengenakan baju daster warna hijau kembang-kembang dan bertali simpul satu dipundaknya. Lengannya dan juga pantatnya terlihat berisi karena memang wanita seusia dia pasti akan terlihat sedikit gemuk dan Tiba-tiba aku ingin menggodanya. Aku berjingkat perlahan dan menutup kedua matanya dengan tanganku dari belakang. Ibu Ning kaget berusaha melepaskan kedua tanganku. Aku menahan tawa sambil tetap menutup kedua matanya. Tapi akhirnya Ibu Ning mengenaliku juga. Maka segera kukendorkan tanganku.
"Donnii …… kamu bikin kaget Ibu saja akhh …..." Ucap Bu Ning sambil tetap membelakangiku dan menarik kedua tanganku kedepan dadanya. Ibu Ning bersandar didadaku. Kedua belah tanganku tepat mengenai buahdadanya yang kurasakan empuk dan besar itu. Gelora aneh mengalir didarahku. Sementara Bu Ning terus melanjutkan aktifitasnya mencuci gelas, aku justru memperhatikan bulu-bulu lembut dileher jenjangnya Rambutnya yang lurus sebahu saat itu tertarik keatas dan terjepit jepitan rambut, hingga leher bagus itu dapat kunikmati utuh. Aku berdesir. Kurasakan napasku mulai berat. Dengan bibirku akhirnya kukecup leher itu. Bu Ning merintih kegelian dan menghentikan kegiatan mencuci gelas lalu mencubit lenganku dengan genit. "Hiiiiihh ... Jangan Doonnnn …. Akhhhh ..... Ibu jadi merinding aahhh…" kata Ibu Ning. Sementara itu dekapan tanganku disusu dan dadanya makin kuat.
Ketika kuperhatikan ternyata Ibu Ning tidak marah dan tetap tenang maka kuulangi lagi kecupan itu berulang-ulang. Bekas cukuran kumis dan janggutku membuatnya kegelian. Tapi kurasakan tangan Bu Ning perlahan mencengkram erat dikedua jariku dan dia diam saja. Aku makin bernapsu. Ciuman, kecupan dan hisapan bibirku makin menjadi-jadi ke leher dan telinganya. Ibu Ning mendesah-desah sambil memejamkan mata. Kepalanya bergerak-gerak mengikuti cumbuan bibirku. Matanya terpejam dan napasnya menggelora. Kucari bibirnya, karena susah maka kuputar tubuhnya menghadapku dan langsung kusambar dengan bibirku.
Kupeluk erat Bu Ning. Dia menggeliat membalas ganasnya permainan bibirku. Kedua tangannya memegangi bagian belakang kepalaku seolah takut aku melepaskan ciuman bibirku. Kuremas-remas buahdadanya dengan tangan kananku. Bu Ning melepaskan ciumannya lalu merintih-rintih dengan kepala terdongak kebelakang seolah memberikan lehernya untukku. Dengan ganas langsung kuciumi leher yang jenjang dan terbuka itu.
“Oohh…. Donnnii…….. ooohhh….” Rintih Ibu Ning menahan nafsu birahi.
“Bu Ningggg …… eehhh…. Buahdada ini membuatku jadi bernafsu…” kataku dengan hati yang polos. Walau hatiku berdebar menahan gelora, tanganku masih saja menggerayangi dan meremas gemas buahdadanya yang montok dan besar itu. Tanganku segera menyelusup kedalam baju dasternya karena memang simpul tali dasternya telah berhasil aku lepaskan dari tadi. Jari tangan kananku menyelusup kedalam BHnya dan mengelus lembutnya buahdada seorang wanita setengah baya yang kini terkulai dalam pelukanku. Jari tanganku meremas-remas buahdada Ibu Ning yang besar dan montok itu, bahkan ketika sampai keputingnya dan memelintir-lintir puting itu, terasa kalau puting buahdada Ibu Ning telah menegang dan keras...
0 Komentar