Ticker

6/recent/ticker-posts

Ad Code

Responsive Advertisement

Hasrat birahi part 2


Senin hari pertama di sekolah baru, belum banyak guru yang mengajar membuat pikiranku sering mengembara. Yang paling sering terbayang adalah paha Tante yang kulihat Jumat pagi kemarin. Mungkin sekarang Tante sedang duduk di sofa membaca majalah, membuatku pengin cepat2 pulang.

Sampai di rumah tak kujumpai Tante di ruang tengah, hanya ada Mbak Mar dan Mang Pendi yg sedang ngobrol di belakang. Terus terang Aku kecewa. Aku duduk membaca koran, tapi pikiranku melayang-layang. Ooh…Tante, turunlah, Aku ingin menikmati pahamu lagi. Benar, belum lama aku duduk Tante memang turun, tapi bukan dengan daster kemarin yang agak pendek, justru sekarang dasternya malah di bawah lutut, bukan pas di lutut seperti biasanya. Aku kecewa. Mendadak timbul kecemasanku. Jangan2 Tante tahu Aku sering menatapi pahanya, makanya dia sekarang pakai daster panjang. Ah…gawat.

Tapi rasa cemasku segera hilang, dari obrolan tanya2 tentang sekolah hari pertama dia tetap ramah seperti biasa. Dia menghidupkan TV dan lalu duduk di sofa samping dekat tangga (bukan di depanku seperti kemarin) karena nonton TV. Lalu dia mencari-cari sesuatu di rak majalah, tak ketemu.
“Din, tolong Tante ambilin majalah di kamar”perintahnya. Aku segera naik dan masuk kamar Oom dan Tante. Sudah biasa aku memasuki kamar ini untuk beres2. Kamar itu sudah rapi. Majalah mode yang tergeletak di ranjang aku ambil dan aku keluar lagi. Di perjalanan menuruni tangga, aku tercekat.

Tante masih duduk di tempat yang tadi. Dari atas begini yang pertama kali terlihat tentu saja rambutnya, tapi juga dadanya. Tak hanya belahan  tapi juga kedua bulatan itu tampak jelas, bahkan sampai pinggiran bra dia. Aku sempet berhenti melangkah. Buah  Tante begitu indahnya, putih, dan membulat.

Ah, selama ini Aku tak pernah memperhatikannya. Tadipun tidak. Perhatianku hanya tertuju melulu ke kaki dan pahanya. Kenapa tidak dari dulu …. Karena Aku memang belum mengerti. Di desaku dulu, ibu-ibu yang mencuci pakaian memang memakai kain sebatas dada, tapi aku tak pernah tertarik memperhatikannya. Mungkin karena memang aku belum mengerti tentang rangsangan tubuh perempuan, atau dada ibu2 itu tak seindah dada Tante.

Kuangsurkan majalah ke Tante, Aku tak berani menatapnya. Aku duduk ke tempat semula dan ambil koran.
Aku mencuri-curi pandang. Daster Tante memang model panjang, tapi di bagian dada rendah, hanya dihubungkan dua utas tali untuk bergantung ke bahunya. Saking rendahnya mungkin separuh bagian dadanya tak tertutup. . Ah, kenapa tadi aku tak melihatnya. Lagi-lagi penisku menggeliat.

Aku coba mengingat pakaian Tante yang kemarin. Di bagian dada rasanya tak terbuka seperti sekarang. Atau Aku juga tak memperhatikan karena “sibuk” dengan pahanya ? Aku makin gelisah, penghayatanku terhadap Tante bertambah, tak hanya kaki  sekarang dada. Apalagi dada itu bergerak naik-turun seirama tarikan nafas pemiliknya. Aku terrangsang !

Siksaan bertambah ketika Tante mengambil pola rancangan baju dari halaman tengah majalah tadi kemudian membentangnya di atas karpet. Tentu saja dia banyak membungkuk-bungkuk, kedua bola d kembar itu makin tumpah dihadapanku. Aku terrangsang….!

***

Seperti minggu kemarin, setelah mendapatkan rangsangan berat aku jadi susah tidur. Sehingga bangun pagi aku tidak merasakan kesegaran seperti biasanya dan terlambat pula. Aku masuk ke kamar mandi masih dalam keadaan ngantuk dan penis yang masih tegang pagi. Sewaktu Aku menyabuni tubuhku, sampai diselangkangan aku merasakan nikmat ketika merabai batangku yang masih setengah tegang. Kuulang menyabuninya, tambah enak dan tambah tegang. Kuelus-elus dan sekali2 kugenggam, makin enak. Tak hanya menggenggam, aku mulai menggerak-gerakkan telapak tanganku yang menggenggam penisku sambil membayangkan paha dan dada Tante.

Makin sering aku menggerakkan tanganku makin enak kurasakan, sampai akhirnya aku rasakan seperti me-layang2 tak menginjak lantai dan …….. aku kencing. Yang keluar dari lubang kelaminku bukannya air seni, tapi cairan putih yang kental. Setelah itu memang kurasakan agak segar dan perasaan lega, tapi juga ada rasa bersalah meliputiku. Melakukan perbuatan yang tak senonoh, apalagi sambil membayangkan Tanteku yang baik hati, isteri Oomku yang telah membiayai hidup dan sekolahku. Di kemudian hari Aku baru tahu bahwa aku melakukan masturbasi. Itu yang pertama.

Walaupun baru dua minggu aku tinggal di rumah Oomku tapi telah terjadi perubahan –yang bagiku– cukup besar pada diriku. Perubahan juga terjadi pada “penghayatan”ku terhadap tante. Pada awalnya aku menganggap Tanteku yang cantik ini sebagai Tante isteri Oomku. Aku menaruh hormat pada mereka berdua. Bayangkan, suami-isteri yang berpendidikan tinggi, terpandang di masyarakat, berkecukupan, bersedia menerimaku yang anak desa, miskin, sebagai keponakannya sendiri.

Aku memang masih menaruh hormat pada mereka berdua yang mau menampungku dan membiayai sekolahku. Tapi sekarang, terhadap Tante aku bukan hanya menganggap sebagai tante saja, aku mulai memandangnya sebagai perempuan yang cantik, menarik, dan menggairahkan. Sungguh perbuatan yang tak pantas dan tak tahu diri.

Mereka berdua juga merasa senang melihat aku betah, rajin belajar, dan juga rajin membantu atas kemauanku sendiri. Bagiku, pekerjaan membereskan rumah membantu mbak Mar dan mang Pendi belum apa-apa bila dibandingkan dengan kerjaku dulu di desa mengurus kebon yang sungguh berat. Makan waktu dan tenaga, mulai dari pulang sekolah hingga menjelang maghrib. Jadi Aku senang-senang saja ber-beres2.
Hanya, Aku terus-menerus merasa bersalah jika timbul pikiran-pikiran nakal terhadap tante. Tapi apa daya, aku tak mampu menghentikannya, gairahku terus meluap-luap.

Tapi aku harus berusaha menghentikannya, terus mencoba walaupun sulit. Makanya, sehabis makan siang itu aku langsung masuk kamar, tidak duduk di ruang tengah seperti biasanya. Aku khawatir kalau berlama-lama dihadapan tante jadi timbul pikiran nakalku untuk mengintip paha dan dadanya. Aku coba-coba membuka buku2 pelajaran yang diberikan tadi pagi, seperti kebiasaanku sejak SMP. Tapi tak satupun yang masuk ke kepala.

Aku coba mengalihkan kegiatan, lebih baik membaca buku saja. Kujelajahi rak buku milik Oom yang ada di kamarku, barangkali ada buku yang cocok kubaca. Buku tentang krisis moneter karya seorang ekonom terkenal menarik perhatianku. Kemarin guru Ekonomi juga membahas sedikit tentang krisis yang melanda republik ini. Aku tarik buku itu dari deretan padat buku2. Aku kurang hati2 sehingga beberapa buku ikut jatuh berserakan. Tak hanya buku, ikut jatuh pula lembaran2 berwarna. Ini yang membuatku kaget.

Terserak di lantai gambar2 berwarna dari wanita2 bule yang telanjang dada !
Dadaku berdebar kencang. Baru kali inilah Aku melihat gambar wanita telanjang dada, baru kali inilah aku melihat gambar buah dada. Lembar2 potongan dari majalah memuat foto2 high quality dan berukuran besar, menampilkan detilnya dengan jelas. Buah dada itu bulat, putih, dengan puting menonjol dan berwarna merah muda. Kontan aku tegang dan gelisah. Seharusnya aku langsung memunguti lembaran2 itu mengembalikan ke tempat semula. Tapi tidak, aku menelitinya satu-persatu. Macam-macam bentuk buah dada itu, ternyata.
Ada yang bulat besar, ada yang bulat sedang, ada yang menggantung, ada yang kencang ke depan. Lingkaran yang mengelilingi pentilnyapun macam2, ada yang lebar gelap atau warna muda, ada yang cuman ngepas disekeliling puting. Punya Tante mirip yang mana ya… Hah ! kenapa punya Tante. Entah kenapa tiba-tiba Aku hendak membandingkan milik Tante. Dasar tak tahu diuntung….

Tak puas2nya aku mengamati gambar2 itu. Tanpa sadar tanganku sudah memegangi batangku yang menegang, dan mulai mengelus-elusnya. Tiba-tiba terdengar samar suara wanita memanggil namaku. Kupertajam indra pendegaranku. Benar, suara Tante. Celaka!. Dengan gugup kebenahi lembaran itu lalu dengan cepat kuselipkan di antara buku2 di rak. “Ya Tante…” Aku teriak. Aku keluar kamar menuju ruang tengah. Tante tak ada di situ. Wah celanaku masih ada tonjolan.
“Tante di atas, Din…”
“Ya Tante…”
Aku buru2 menaiki tangga. Diujung tangga kulihat Tante berdiri mengenakan semacam kimono polos
warna biru langit. Dari belahan kimono itu sekilas nampak sebagian paha Tante. Ah…kamu Din, masih sempat2nya mengintip. Habis, aku di bawahnya…
“Kamu lagi belajar?”
“Engga Tante…”
“Bisa tolong Tante?”
“Ya bisa dong….”sahutku spontan tanpa nanya tolong apa.
Sampai di atas, entah setan dari mana yang membujukku, dengan beraninya Aku menatapi dada Tante. Uuihhh…… dua bulatan menonjol besar tertutup kimono dari bahan mirip handuk. Celakanya, saat itu juga Tante menatap mataku. Bukan main malunya aku, telah tertangkap basah melihat dadanya. Aku yakin Tante tahu bahwa aku melihat bagian dadanya. Aku jadi gugup.
“Tolong sikat kamar mandi Tante ya…. tadi Tante hampir jatuh kepeleset”Katanya. Pandangannya masih wajar, tak menunjukkan kemarahan atau rasa tak senang mendapati keponakannya berlaku kurang ajar. Aku agak lega, walaupun masih salah tingkah.

Dengan sikat yang bertongkat aku menggosoki lantai kamar mandi. Aku sudah biasa melakukan ini. Tante juga ikut masuk menunjukkan bagian mana lantai kamar mandi yang luas ini yang harus di sikat. Aku mulai kerja dengan sungguh2, sementara Tante membereskan botol2 entah apa saja di meja rias kamar mandi.

Menebarkan obat pembersih keramik ke lantai, kugosok, lalu kubilas. Sementara aku membilas,
Tante kadang membungkuk membereskan benda-benda di bawah. Dan itulah yang membuat jantungku berhenti berdenyut. Ketika dia membungkuk itu belahan tengah kimononya “jatuh” sehingga terbuka. Dari tempatku berdiri sekarang pandangan ke arah Tante adalah menyamping, suatu sudut pandang yang “ideal” untuk menerobos belahan kimono yang terbuka ketika dia membungkuk. Meskipun hanya sekejap2 tapi jelas Tante tak memakai bra. Tampak olehku sebelah buah dada Tante yang selain putih mulus juga bulat dan besar. Jelas saja Aku tegang. Kalau kemarin aku melihatnya dari atas sekarang dari samping, makin jelas bulatnya. Mirip dada cewe yang di potongan majalah tadi. Sayang, beberapa kali Tante membungkuk Aku tak berhasil mengintip putingnya. Gila lu, ngapain mau lihat puting Tantemu? Mau kubandingkan dengan cewe di majalah tadi…

Ini bilasan terakhir, pekerjaanku hampir selesai. Aku berhenti mengintipi dada Tante, berusaha menenangkan diri, tapi tonjolan di celanaku belum juga surut.
“Kalau udah dibilas udah aja Din…”kata Tante mengejutkanku.
“Baik Tante…”
Cilaka, Tante tadi sempat sekejap melihat kebawah….. ke tonjolan itu….. Ah…. malunya aku.
Aku turun dan langsung masuk kamar, ngaca. Benar. Aku yakin tadi Tante telah melihat perubahan pada bagian bawah tubuhku. Sungguh Aku malu sekali….

Aku ambil lagi gambar2 yang tadi kuselipkan dengan tergesa-gesa ke rak. Kucari gambar cewe bule telanjang dada yang sedang duduk di sofa, cewe inilah yang ukuran dan bulatan dadanya mirip punya Tante, menurutku. Apakah puting dada Tante juga merah jambu seperti bule ini? Celanaku kembali sesak, kubuka rits-nya dan kukeluarkan penisku, kuraba dan kuelus. Sambil melihat gambar buah dada indah ini Aku membayangkan buah dada Tante yang tampak sekilas di kamar mandi tadi.

Posting Komentar

0 Komentar