Parno kontan terpekik menyayat ketika merasakan nyeri yang luar biasa. Tubuh tambun itu jatuh terduduk sambil memegangi alat vitalnya. Begitu dasyat nyeri itu membuat rohnya seakan pergi meninggalkan raganya. Perutnya yang buncit sampai mengalami kram. Alfi tak mau menyia-nyiakan momen baik itu, sekali lagi ia mempraktekan sebuah jurus dari Donnie itu kali ini yang menjadi sasarannya adalah tengkuk Parno. Buukk!! Pukulan itu tak dapat Parno hindari sekaligus langsung mengirim pria tambun itu berkelana ke alam mimpi. Alfi tak menyangka ia dengan mudah dapat melumpuhkan monster itu meski tangannya terasa sangat nyeri. Paimin yang berada di dekat pagar terkejut mendengar suara jeritan rekannya. Tubuh kurus ceking itu berlari memburu ke arah dalam rumah tanpa perhitungan. Alfi yang bersembunyi di balik pintu tiba-tiba muncul dan menghantam tulang kering kaki si krempeng dengan menggunakan stick milik Parno. Bletakkk!!! Tak ayal Paimin jatuh terguling. Sialnya lagi wajahnya mendarat terlebih dahulu dan gigi tonggosnya menghantam sebuah meja kayu. Belum ia sadar betul apa yang menimpa dirinya Alfi sudah menghadiahinya sebuah pentungan tepat ditengkuknya dan Paimin-pun menyusul rekan seperjuangannya tak sadarkan diri. Namun keberuntungan Alfi tak berlangsung lama. Ia lupa memperhitungkan keberadaan Erik. Tiba-tiba Ia merasakan angin pukulan menerpa kepalanya dari arah belakang. Alfi berusaha berkelit tapi sayang reaksinya terlambat dan ‘Daakk!!’ Sebuah tendangan Erik berhasil mengenainya dan membuat tubuhnya terlempar ke arah kamar di mana Lila terbaring dan dalam keadaan terikat. Beruntung tendangan itu sempat membentur bahunya terlebih dahulu sehingga luput mengenai kepalanya. Sambil sempoyongan dan menahan rasa nyeri pada bahunya Alfi berusaha bangkit ke arah Lila. Cepat-cepat ia menarik lepas plester yang menutup mulut Lila. Namun Erik tak membiarkan ia bertindak lebih jauh.
“Kau lagi! Entah bagaimana kau bisa sampai kemari tapi aku tak perduli. Yang jelas kau memang patut di hajar” ujar Erik berang.
Kebenciannya meluap-luap ketika melihat anak jelek yang telah dua kali ini mengganggu rencananya menggagahi Lila. Dari seorang security motel XX Ia sudah mengetahui kalau ia telah dikerjai oleh Sriti dan Alfi saat malam itu. Sepertinya tak ada pilihan lain bagi Alfi ia harus melumpuhkan Erik terlebih dahulu agar dapat melepas Lila.
“Fii lekas larii dari sini..kau tak mungkin bisa menghadapinya sendiri!” pekik Lila memperingatkan.
“Ngga kak..Alfi harus menolong kakak dulu lalu kita sama-sama keluar dari sini”
“Tidak! kau harus lari fii.. ia tak akan segan-segan berbuat keji padamu”
“Alfi ngga mau…Alfi sudah berbuat dosa pada kakak.. Alfi rela jika harus mati demi menolong kakak”
“Fiii!!! Kamu jangan bodoh…tolong…turuti omongan kakak…” ujar Lila terisak-isak, ia tak menduga anak ini begitu nekat mempertaruhkan jiwa demi dirinya.
Alfi tak lagi mengubris permohonan Lila. Otaknya sedang berpikir keras mencari cara bagaimana memperdaya pemuda dihadapannya. Namun ia tak mempunyai banyak waktu karena Erik perlahan mendekat ke arahnya.
Wuss!! sebuah tendangan Erik datang mengarah ke tubuhnya. Alfi masih bisa menghindar. Tetapi tendangan ke dua datang terlalu cepat dan berhasil menggedor dadanya. Lalu yang ke tiga benar-benar tak tertahankan menghantam pelipisnya dengan keras. Alfi terpelanting hingga kepalanya membentur dinding dengan keras diiringi pekik ngeri Lila. Alfi tersandar di dinding dan secara perlahan kepalanya jatuh terkulai di lantai. Kepalanya terasa begitu sakit. Lalu ia merasakan kaki kokoh Erik telah menginjak telapak tangannya. Dan kaki satunya menginjak wajah nya. Agaknya Alfi sungguh tak berdaya ia hanya mampu meringis kesakitan. Dari hidungnya mengucur deras darah kental.
“Kk..kaak..Li..lllaa..maafinn Al..fiiii …” ujarnya lirih sekali.. Matanya nanar menatap sayu ke arah Lila sebelum akhirnya semua pandangannya menjadi gelap.
“Ohh…Fiii.. …bangunnn….Fiii…” pinta Lila sambil terisak-isak melihat wajah Alfi yang bersimbah darah Ia benar-benar tak menyangka Alfi nekat mengantarkan nyawa demi dirinya. Bahkan anak itu masih sempat-sempatnya mengucapkan permohonan maaf sebelum tak sadarkan diri tadi.
“Biar kubikin mampus sekalian” ujar Erik, nampaknya ia belum puas menganiaya anak itu.
“Aakhhh Rikkk!! Kumohon jangaannn sakiti anakk ituu lagii.”pekik Lila. Tangisnya tak tertahankan. Namun pekiknya tak dapat menghentikan aksi biadab Erik. Pemuda itu benar-benar telah mata gelap. Ia meraih stik softball milik Parno yang ada di dekatnya. Perlahan benda itu ia angkat tinggi-tinggi untuk dihantamkannya ke tubuh kecil Alfi yang telah tak berdaya itu.
“Rikkkk!!!jangaannnn!!!!AKkkkk!!”
Namun pada saat genting tersebut, Tiba-tiba sebuah hantaman kuat menerpa tangan Erik dan membelokan arah pukulannya dari tubuh Alfi. Tak hanya itu stick softball itupun terlepas dari pegangannya. Erik terkejut ketika melihat tiga orang yang baru datang itu.
“Sii..apaa..ka.liaan?!” ujarnya tergagap.
“Bajingan pengecut!! Beraninya cuma sama anak-anak main keroyok lagi” hardik penyerangnya tadi yang tak lain adalah Donnie yang baru datang bersama Didiet dan Niken.
Aduh siapa lagi ini? keluh Erik gundah. Keadaan ini sangat tak menguntungkan bagi dirinya. ia menduga sebentar lagi rumah ini bakalan ramai dan polisi pasti datang. Namun tak ada jalan untuk kabur karena Donnie sudah menghadang di depan pintu sementara Didiet memegang pistol. Tak ada pilihan lain Ia harus menyingkirkan para pengacau ini dan secepatnya kabur dari situ.
“Kau pikir bisa menakuti aku dengan senjata mainan itu?” Ujar Erik yang mengetahui benda di tangan Didiet bukanlah senjata api sungguhan namun hanyalah sebuah AirSoftShotGun, senjata yang kerap di pakai oleh para hobbies real shotgamer.
“O ya?”
DHUarrr!! Sebutir peluru melesat dari laras pistol yang dipegang Didiet menghantam daun pintu yang tak jauh dari Erik berdiri. Erik terperanga melihat sebuah lubang kecil selebar batang pensil menganga pada permukan pintu yang terbuat dari plywood itu. Benda itu tak bisa dianggap mainan karena ternyata memiliki FPS sangat tinggi. Ledakannyapun membuat kaget mereka semua yang ada di sana.
“Bagaimana? Apakah kau ingin mencicipi bagaimana rasa nikmatnya pada kulitmu? Ada satu magazine penuh peluru ‘mainan’ yang bisa kuberikan sebagai tanda mata di wajah dan di tubuhmu secara cuma-cuma” ujar Didit denga tatapan mata dingin.
“Ka..uuu…jangan pakai senjata kalau beranii!” ujar Erik ciut. Yang jelas ia tak ingin Didiet menjadikannya sebagai sasaran bidik pistolnya.
“Kami bukan pengecut tukang perkosa perempuan dan dan penganiaya anak-anak seperti dirimu!Dit, kau lindungi yang lain . Bangsat ini adalah bagianku” sergah Donnie.
“Ok.. kuberi waktu sejenak buat kalian bersenang-senang” ujar Didiet mundur memberi ruang bagi Donnie dan Erik.
“Kalian akan menyesal karena menghalang-halangiku!” ujar Erik kesal.
Apalagi melihat Niken yang telah berhasil melepaskan ikatan Lila Rencananya yang sudah ia susun dengan rapi kini benar-benar telah hancur berantakan. Alih-alih bisa menikmati tubuh sintal Lila malahan kini ia dihadapkan oleh masalah besar yang menantinya. Tiba-tiba Erik mengirim sebuah tendangan diiringi teriakan membahana. Namun Donnie telah siap sejak tadi. Hanya sepersekian detik sebelum tendangan dasyat itu menyentuhnya dengan kecepatan mengagumkan Donnie melengos ke kiri sehingga ujung sepatu Erik menerpa angin hanya satu inci dari wajahnya.
Serangan itu tak berhenti di situ. Begitu kaki kanan Erik menyentuh lantai kaki kirinya berputar menampar balik bagai gerakan seekor naga mengibaskan ekornya. Terlihat sekali kalau Erik bukanlah seorang yang buta akan ilmu bela diri. Ia sempat mengenal Taekwondo saat SMU dan pernah mewakili sekolahnya pada waktu itu. Donnie mengantisifasi setiap serangan Erik dengan tenang. sambil menjatuhkan diri kaki kanannya menyapu kaki kanan Erik. Tak ayal lagi tubuh Erik yang belum dalam keseimbangan penuh terjerembab jatuh mencium lantai.
0 Komentar