“Cuma itu sajakah yang kau andalkan?” ejek Donnie.
Ia sengaja belum membalas serangan Erik. Ia sepertinya ingin menjajaki sejauh mana kemampuan berkelahi lawannya.Wajah Erik merah padam. Ia tak menduga orang yang di hadapinya itu ternyata cukup ‘berisi’ bahkan mampu mementahkan salah satu serangan terbaiknya dengan mudah. Kembali ia berteriak sambil melompat memberikan dua buah tendangan secara bergantian bagaikan gerakan mata gunting. Namun serangan itu kembali gagal menyentuh tubuh Donnie. Ketika tubuhnya masih melayang di udara lalu kakinya menjejak dinding dan melontarkan dirinya sambil berputar memberi tendangan susulan ke arah Donnie. Ini serangan yang sulit untuk dihindari.Tapi Donnie bukanlah Alfi yang dengan mudah Erik jatuhkan, yang di hadapinya kali ini adalah seorang instructor dan atlet karate tingkat asia yang sangat disegani oleh lawan-lawannya di arena. Kali ini Donnie tak hanya diam menerima serangan Erik, Donnie mengayunkan kakinya bagai sebuah mata belencong menghadang laju tendangan Erik yang mengarah ke arah mukanya. Terdengar suara benturan tulang kaki mereka beradu dengan keras. Erik terjajar mundur. Dahinya berkerenyit menahan nyeri pada pergelangan kakinya akibat benturan tadi. Saat itu pula sebelum ia dapat berdiri dengan mantap sebuah bogem mentah telah mendarat telak wajahnya. Bukkk!!! Erik terjengkang untuk ke dua kalinya. Namun kali ini dengan pergelangan kaki nyeri dan wajah biru lebam akibat pukulan Donnie barusan. Beruntung bagi Erik, saat memukul tadi Donnie hanya menggunakan setengah tenaganya. Jika tidak pastilah wajahnya bakal remuk. Mata Erik memerah dan berair karena menahan sakit luar biasa.
Merasa tak bakalan menang melawan Donnie, Erik meraih stick softball yang tadi dipakainya buat menghabisi Alfi.
“Sebaiknya kau buang senjatamu Ric atau aku terpaksa menembakmu!” Seru Didit.
“Jangan turut campur Dit Sebaiknya kau awasi saja ke dua temannya yang baru sadar itu. Menyerah terlalu enak baginya setelah semua yang dilakukannya pada Alfi dan Lila. aku ingin menghajarnya sampai puas dulu”
“Oke hati-hatilah Don sebab ia bersenjata, Dan kalian berdua jangan mencoba berbuat macam-macam jika tak ingin kutembak!” hardik Didiet kepada Paimin dan Parno.
“A..ampunnn pak…jangan ditembakkk” ujar Paimin sambil menangis. Mulutnya masih berlumuran darah karena gigi depan bagian atasnya nyaris patah semua oleh ulah Alfi tadi.
“I..yaaa…paakkk..kasihani saya … kami cumaa di suruh sama bapak Erik” ujar Parno menimpali. Didiet nyaris tertawa melihat celana keduanya telah basah oleh air kencing.
“Dasar bajingan. duitnya saja mau, Awas kalian nanti!!” ujar Erik geram masih sempat mengancam kedua mantan begundalnya itu.
“Ha ha ha lucu bajingan kok teriak bajingan! Ayo berkelahilah seperti seorang lelaki jantan, bajingan!” Ejek Donnie.
“Aku akan membuat otakmu berceceran di lantai dengan ini..Hiatt!!!”
Erik yang merasa terjepit lantas menyerang Donnie bagai seekor singa terluka. Ia mengayunkan stick Softball-nya secara membabi buta. Sebuah kaca jendela ruangan tengah hancur berhamburan ketika serangannya luput mengenai tubuh Donnie
“Donn !! cepat selesaikan ini, kita harus segera menolong si Alfi!!!” teriak Didit.
Saat itu Donnie juga mendengar suara isak tangis Niken dan Lila karena Alfi tetap tak kunjung sadarkan diri. Bahkan wajahnya semakin pucat pasih. Dan betapa terkejutnya Donnie melihat darah yang mengalir dari telinga Alfi.
Saat itu sebuah pukulan stik softball telah datang ke arahnya, Donnie menjadi geram bukan main melihat kebandelan Erik apalagi saat teringat kondisi Alfi saat itu. Sambil berteriak keras Ia memotong arah serangan tersebut. Kali ini sebuah pukulan lurus yang teramat. kejam yang tak pernah ia lakukan bahkan di larang di komite beladiri manapun menghantam bahu Erik dengan keras. Krakkk!! Terdengar bunyi berderak menandakan ada tulang yang patah dan stick yang di pegang Erikpun terlempar jauh.
“Argggg!!!!! Banggggsatttttt!!!! Arrrgg!!” Erik melolong kesakitan memegangi bahunya yang nyeri bukan kepalang sambil bergulingan di lantai.
Pukulan Donnie bagai sebuah palu godam yang dapat mematahkan papan setebal dua senti sekalipun. Kemungkinan tulang bahunya patah atau ensel bahunya yang terlepas.
Pukulan terakhir Donnie tadi sudah mengakhiri perlawanan Erik. Saat itu Sandra muncul bersama beberapa orang dari sekitar tempat kejadian tersebut. Erik yang masih kesakitan beserta kedua begundalnya menjadi pelampiasan kekasalan mereka. pukulan demi pukulan beserta tendangan-pun melayang menghujani tubuh ke tiga pria apes itu..
Beruntung polisi segera datang bersama si abang ojek dan segera meredakan amarah orang-orang tersebut. Masih terdengar raung kesakitan Erik ketika polisi menyeretnya keluar bersama dengan kedua rekannya.
“Kita harus cepat-cepat ke rumah sakit sekarang. Don kamu yang nyetir !” ujar Didit cemas sambil membopong tubuh Alfi.
************************
Sesampai di ruang gawat darurat. Alfi segera mendapat penanganan oleh pihak rumah sakit. Beberapa dokter dan perawat terlihat begitu sibuk memakaikan beberapa alat bantu padanya. Sementara Didiet bersama yang lain hanya bisa melihat dari sebuah kaca kecil. Sriti juga sudah terlihat berada di sana. Lila tak henti-hentinya terisak, sebagai seorang dokter ia paham betul akan kondisi anak itu.
“Maaf saya perlu berbicara dengan keluarga anak itu” ujar seorang dokter senior yang baru selesai memeriksa Alfi.
“Saya adalah ayah angkatnya. Bagaimana kondisinya dok?” ujar Didit mewakili para sahabatnya. Mereka berlima tak sabar menunggu penjelasan dari dokter mengenai kondisi Alfi.
“Ia mengalami gegar otak serius, harus segera di operasi untuk mengeluarkan gumpalan darah di kepalanya agar jiwanya tertolong”
“Lakukanlah Dok, saya mengijinkan anda buat melakukan tindakan tersebut” ujar Didiet mantap. Memang sejak kematian ibunya Alfi, maka segala hal yang menyangkut diri Alfi sepenuhnya menjadi tanggung jawab Didiet.
“Baiklah, sebentar lagi ada pihak administrasi rumah sakit yang akan meminta anda menandatangani surat persetujuannya”
Setelah urusan administrasi selesai maka Alfi-pun segera dipindahkan ke dalam ruang operasi. Didit dan Donnie terlihat gelisah mondar-mandir di sepanjang lorong. Sementara Niken dan Sandra masih berusaha menghibur Lila. Gadis itu begitu pucat sampai harus dibantu oleh seorang perawat.
“Ibu terlihat kurang sehat sebaiknya istirahat saja dulu di ruang perawat” ujar perawat itu menawarkan. Benar adanya, saat ini sebenarnya kondisi fisik maupun mental Lila memang dalam keadaan drop akibat penculikan dirinya dari rumah hingga menyaksikan penyiksaan Erik terhadap Alfi. Setelah dibujuk-bujuk Sandra akhirnya Lila baru mau menuruti saran perawat tadi. Sandra dan Sriti membimbing Lila menuju ruang yang di sediakan bagi mereka.
“Nien sebaiknya kau juga beristirahat ingat akan kandunganmu, biar aku dan Didiet yang menunggu di sini” bisik Donnie.
“Baik mas”
Tiga jam berlalu mereka tetap menunggu dengan harap-harap cemas. Hingga akhirnya lampu di atas pintu kamar operasi padam menandakan operasi telah selesai. Didiet diikuti yang lain memburu ke arah dokter yang baru keluar dari kamar operasi.
“Kami telah berhasil mengeluarkan gumpalan darah beku di kepalanya. Meski demikian masa kritis anak itu belumlah benar-benar berlalu. Ia harus dirawat secara intensif dan diawasi oleh pihak rumah sakit di dalam ruangan ICU. Dan untuk sementara waktu dia belum boleh di bezug” demikian dokter tersebut memberikan penjelasan kepada mereka.
Untuk sementara waktu mereka bisa bernapas sedikit lega. Alfi mengalami koma selama tiga hari. Selama itu ke empat wanita itu secara bergantian menjenguknya. Namun setelah melewati hari ke tujuh Alfi tak kunjung sadar juga, kekuatiran Lila kembali muncul. Kesehatan anak itu semakin hari perlahan tapi pasti semakin memburuk. Sebagai ahli medis Lila mengenali dan membaca tanda-tanda tersebut dari layar kecil di samping ranjang Alfi serta catatan medis dari perawat di sana. Lila merasakan ada sesuatu yang lain. Meski anak itu yang telah menggagahi dan merengut miliknya yang paling berharga tetapi entah mengapa ia justru merasa takut sekali hal yang lebih buruk menimpa diri anak itu. Pada suatu siang. Ia datang ke rumah sakit. Ia belum melihat Niken dan yang lain di sana. Lalu Ia menghampiri sebuah counter bagi perawat yang bertugas di bagian itu. Setelah memberitahukan bahwa ia adalah seorang dokter akhirnya perawat tersebut memberinya izin untuk dapat masuk ke kamar Alfi. Perlahan ia mendekat ke ranjang dimana anak itu terbaring tak berdaya. Hatinya begitu terenyuh dan air matanya mulai meleleh di pipinya melihat keadaan anak itu. Memar dan lebam akibat penganiayan Erik masih terlihat di sekujur wajahnya serta nampak beberapa selang terhubung dengan tubuhnya dari berbagai arah. Dengan agak berbisik bibirnya mulai berkata.
0 Komentar