ore harinya, Lila dikejutkan oleh kedatangan Erik di rumahnya. Saat itu ibunya yang menyambut pemuda itu. Ibu Lila menganggap putusnya jalinan asmara antara putrinya dan Erik merupakan hal yang biasa dikalangan remaja. Oleh karenanya ia tetap menyambut baik kedatangan pemuda itu. Mereka sempat berbincang berdua sebelum ibu Lila masuk ke kamar putrinya. Di dalam kamar Lila terlihat sedang menatap kaca meja rias dengan malas, tak ada lipstick dan polesan bedak buat tamunya yang satu ini.
“Anak perempuan kok tidak dandan padahal kedatangan tamu istimewa”
Lila tetap diam, namun ibunya tahu kegundahan hati putrinya itu.
“Suka atau tidak suka kamu tetap harus menemuinya, tak sopan membiarkan seorang tamu lama-lama menunggu nak.” kata ibunya lembut
Lila mengangguk lalu keluar dari kamarnya.
“Eng..saya sebenarnya mau mengajak Lila makan malam bu” Erik berusaha berlaku bagai seorang gentleman di hadapan ibu Lila.
“Oh..bagi ibu tak masalah, semua itu terserah pada Lila, nak”
Sebetulnya Lila enggan meladeni Erik apalagi sampai menjalin hubungan kasih kembali dengan pemuda itu setelah apa yang pernah Erik lakukan di masa pacaran mereka dulu.
Tapi ia tak ingin terlihat berlaku kasar di hadapan ibunya. Apalagi setelah pembicaraan mereka berdua kemarin. Ia akhirnya setuju untuk pergi makan malam bersama Erik hanya buat menyenangkan hati ibunya saja.
*******************************
Sore itu pula nampak Alfi ditemani Sriti jalan-jalan di Mal. Sriti membiarkan Alfi menggandeng tangannya layaknya sepasang kekasih. Ia tak merasa malu pada pengunjung lain. Lusanya Alfi berencana pulang dulu ke kota S jadi sisa hari itu mereka manfaatkan buat bergembira bersama menikmati hingar bingarnya kota H.
“Fii, bukankah itu dr Lila?” Tanya Sriti. Alfi melihat ke arah yang ditunjuk oleh Sriti. Memang betul nampak Lila sedang duduk di sebuah cafe sambil menikmati makan malamnya bersama Erik.
“Ya betul kak, ayo kita kesana” ajak Alfi. Namun sebelum ia melangkah Sriti mencegahnya.
“Jangan Fi..sebaiknya kita tak mengganggu mereka”
“Kenapa kak? Kakak malu ketemu kak Lila ya? Ayolah …siapa tahu kita malah ditraktir makan malam oleh mereka”
“Bukan karena masalah itu…”
“Lantas kenapa kak?”
“Lelaki yang bersamanya itu…dia…”
“O itu kak Erik mantan pacarnya kak Lila sewaktu di SMU dulu, orangnya baik kok, sepertinya mereka mau kembali pacaran. Emang ada apa dengannya kak?”
“Dia itu…sering datang ‘ngamar’ di motel tempat kakak bekerja”
“HAaa… kakak yakinn?” ujar Alfi terkejut.
“Fi, Kamu tidak mengenal Erik, dia itu adalah seorang buaya perempuan, Ia hanya ingin memuaskan napsu semata lalu pergi begitu saja setelah mendapatkan apa yang ia mau, tak jarang ia berlaku kasar pada wanita yang ia kencani dan mereka di tinggal begitu saja si kamar motel setelah ia kerjai, tidak hanya itu ia bahkan pernah mencoba memaksaku melayaninya”
Alfi termagu setelah mendengar keterangan Sriti barusan. Apakah Lila tak tahu akan semua itu. Namun ia pikir hal itu sangat wajar. Sekian lama Lila meninggalkan kota H ini sehingga ia tak tahu banyak tentang mantannya itu.
“Sungguh tak disangka ternyata kak Erik seperti itu, kalau begitu Alfi harus segera memperingatkan kak Lila”
“Memang seharusnya demikian namun kita tak bisa begitu saja mengatakannya. bisa-bisa Lila malah marah pada kita, Sebaiknya kau awasi saja sambil menunggu waktu yang tepat buat menjelaskannya”
“Alfi ngga rela wanita sebaik dan secantik kak Lila jatuh ke tangan lelaki seperti itu kak”
“Hi hi bisa saja bicaramu Fi, emang kamu pinginnya kalau dr. Lila buatmu ya?”
“Akh kakak, mana berani Alfi macam-macam sama kak Lila. Dia kan orang yang sangat terpelajar kak”
“Loh apa bedanya Lila dengan Sandra dan yang lain, Mereka sama-sama wanita dari keluarga baik-baik, berpendidikan bahkan bersuami, tapi tetap saja mau kamu gituin”
“Dia beda kak. Entahlah yang jelas Alfi sangat segan padanya”
“Ya sudah, baiknya kita segera pergi ke tempat lain biar tidak terlihat oleh mereka” ajak Sriti.
Alfi yakin Lila pasti mampu menjaga diri. Gadis itu tak bakal tergoda oleh rayuan gombal lelaki semacam Erik.
***************************
Sementara itu di dalam café, terlihat Lila dan Erik duduk di sebuah meja di sudut ruangan. Sambil menunggu pesanannya datang, Erik berusaha membuka percakapan. Ia mulai bercerita kesana kemari mengenai bisnisnya yang sukses, perjalannannya ke segala belahan dunia, tentang mobilnya, sampai soal binatang peliharaannya. Lila yang lebih banyak diam hanya menanggapi omongan Erik dengan dingin. Setelah kehabisan bahan omongan yang semuanya berbau narsis, akhirnya ia mulai terlihat ngegombal.
“Sebetulnya aku mau minta maaf atas semua perkataanku siang tadi La”
“Tak mengapa, aku tak pernah memasukannya di dalam hati”
“Syukurlah jika demikian. Tak hanya itu aku juga ingin meminta maaf atas rusaknya hubungan kita dulu, aku memang bersalah, a..ku ingin kita kembali seperti dulu lagi”
“Apa?..Maaf? Kau baru bisa mengatakan maaf setelah sepuluh tahun aku terpuruk oleh penghianatanmu? Kau benar-benar tak berperasaan Rik!. Jika kamu bermaksud agar hubungan kita kembali seperti dulu, maka jawabanku adalah Tidak!”
“Tapi La paling tidak beri aku kesempatan sekali ini saja, aku ingin membuktikan jika aku serius untuk membina hidup bersama denganmu…aku masih menc..”
Belum selesai ia menggombal Lila telah memotong kalimatnya.
“Maaf Rik! Sekali lagi aku tegaskan bahwa aku tak tertarik membina hubungan asmara denganmu dan aku tak ingin membicarakan soal ini lagi, kita memang tak berjodoh Titik!”
Erik menatap Lila tajam, ia merasa terhina telah ditolak mentah-mentah oleh gadis itu. Pikiran kejinya muncul. Ia tak mungkin melepaskan makluk molek ini begitu saja. Bagaimanapun caranya ia harus mendapatkan Lila. Mungkin mustahil mendapatkan cintanya namun tidak sukar buat mendapatkan tubuhnya.
Erik akhirnya mendapatkan kesempatannya saat Lila pergi ke kamar kecil. Dari saku celananya ia mengeluarkan botol kecil berisi cairan putih bening. Lalu ia tuangkan sedikit ke dalam minuman Lila. Ini adalah obat perangsang dosis tinggi. kemudian ia menambahkan juga bubuk putih yang tak lain adalah obat tidur. Kedua obat tersebut dengan cepat bercampur dengan minuman Lila. Cara ini yang sering Erik lakukan buat menjerat para korbannya apabila perempuan tersebut menolak di ajaknya tidur.
“Ayolah kita makan dulu lalu kuantar kamu pulang” ujarnya berusaha berlaku wajar saat Lila kembali ke kursinya.
Saat dalam perjalanan pulang, Lila mendadak merasakan kepalanya begitu berat. Gadis itu memijit-mijit kepalanya. Namun semakin lama pandangannya semakin kabur hingga akhirnya kepalanya terkulai di sandaran kursi mobil Erik.
“Kau akan tahu akibatnya bila berani menolak keinginanku La” ujar Erik tersenyum menyeringai
*****************************
Motel XX
Nampak Sriti duduk di meja Receptionist, Ia sedang menjalani Sift malam. Alfi baru saja pulang ke rumah kontrakannya setelah mengantarnya kemari. Terdengar deru kendaraan memasuki area parkir. Sriti terkejut melihat siapa tamu yang datang itu. Hatinya jadi was-was ketika mengenali pemilik kendaraan tersebut. Orang itu turun dan menuju ke arahnya.
“Ada kamar kosong, Say?” tanya Erik sambil mengedipkan mata genit.
“A..da mas,…eng…di nomor …dua belas”
Erik lalu kebali ke dalam kendaraan. Benar saja dugaannya Ia melihat Erik keluar dari mobil sambil memapah seorang wanita yang tak lain adalah Lila.
Melihat kondisi Lila yang dipapah berjalan, Sriti yakin Lila dalam keadaan setengah sadar. Erik pasti sudah membiusnya terlebih dahulu seperti korban-korban kebinatangannya sebelum ini.
Ini gawat aku harus menghubungi Alfi segera, pikir Sriti.
“Fi!..kamu ada dimana saat ini?” tanyanya melalui telepon ke handphone-nya Alfi
“Alfi masih di jalan pulang menuju ke rumah kakak. Ada apa kak kok bicaranya grasa-grusu begitu”
“Kamu harus secepatnya kembali lagi kemari Fi!”
“A..da apa sebenarnya kak?”
“Kak Lila-mu Fi! Dia dibawa si Erik kemari dalam keadaan tak sadar”
“Apaaa?! Aduh gawat kak. Tapi Alfi butuh waktu beberapa menit buat sampai di sana”
“Ya lekas!..kakak akan berusaha mengulur-ulur waktu hingga kamu tiba di sini”
Alfi tak membuang-buang tempo, ia tak melihat ada ojek atau kendaraan umum lain yang sedang melintas di sekitar situ. Maka ia memutuskan untuk berlari menuju ke motel XX. Jarak yang hanya tinggal dua kilometer itu bukanlah suatu masalah bagi dirinya. Sementara itu di motel XX, Di saat Erik masih berusaha memapah Lila dari tempat parkir ke kamar yang di tawarkannya padanya tadi. Sriti dengan tergesah-gesah menuju ke sebuah kamar lain yang kosong sambil membawa gelas kopinya. Lalu cepat-cepat ia menumpahkan semua isi gelas itu ke atas kasur. Lalu setelah itu ia berlari menghampiri Erik yang sudah sampai di depan pintu kamar nomor dua belas.
“Engg…mas Erik…maaf saya tadi salah, ternyata kamar nomor dua belas sudah ada yang ngisi, sebaiknya mas pakai kamar nomor tiga puluh saja”
“Haa? Gimana sih!?! Lain kali yang teliti dong! kan capek dibikin mondar-mandir seperti ini!” ujar Erik kesal.
“I..yaa..mas sekali lagi saya minta maaf. A..nu..baiknya biar saya yang bantuin nolonginnya teman mas” ujar Sriti berusaha mengambil alih memapah.tubuh Lila.
Jarak kamar nomor dua belas lumayan jauh dari nomor tiga puluh. Sriti berharap usahanya mengulur-ulur waktu berhasil hingga Alfi tiba di sana.
“Ayo yang cepetan!”
“I..ya mas…maaf soalnya temen mas badannya lebih gede dari saya..hosh..hosh” ujar Sriti terengah-engah.
Lalu mereka menuju ke dalam kamar. Saat lampu kamar di hidupkan,
“Loh kok kasurnya masih kotor begini! Wah ini sudah keterlaluan! Managemen tempat ini benar-benar sudah bobrok masa tamu langganan seperti gue di kasih kamar bekas ngentot gini! Kalau begini mendingan gue pindah ke motel lain saja dan jangan harap gue bakalan mau lagi datang kemari!” ancam Erik. Wajahnya merah padam karena marah dan kesal
0 Komentar