Ceritaku, yang menurutku tidak hanya dilatari nafsu semata, tapi oleh rasa kasih yang menurutku aneh. Semuanya bermula sejak aku dikirim ke Medan untuk menemani pamanku yang tinggal sendirian ditinggal meninggal oleh istrinya. Memang sejak kecil, aku sudah sering berpindah tempat. Sekolah Dasar, aku lewati di Bandung, SMP, aku lalui di Balikpapan, dan SMA di Medan. Aku tidak tahu alasan orangtuaku yang memperlakukanku begitu. Aku punya asumsi mereka kurang menerima kehadiranku, aku benci mereka semua. Tapi tidak dengan kakakku Mira (Mira kakakku yang nomor 2, dan kakak satu-satunya, aku punya satu adik perempuan, dan dua saudara laki-laki). Aku sangat menyayangi Kak Mira, karena dia sangat pengertian, mau menghibur hatiku yang sering kalau rinduku sangat menggebu, karena kami sangat jarang bertemu. Sewaktu aku dikirim ke Medan, dia melanjutkan kuliah ke London. Kamu kembali bertemu di Jakarta sewaktu aku tamat SMA, dan dia kembali dari London untuk persiapan pernikahannya.
Tiga bulan kami banyak bersama, tapi dasar Kak Mira yang sangat pengertian, dia malah bukan mengurusi pernikahannya, eh malah mengurusi aku. Kami banyak bersama, aku sangat menyanginya. Saking sayangnya dia pernah menciumku, tapi tanpa sadar aku membalasnya dengan mencium bibirnya, dia memelukku dengan hangat. Tapi aneh kurasakan, dia tidak menolaknya, malah mulai memainkan lidahnya di mulutnya. Hmm, sungguh indah saat itu. Tanpa sadar aku mulai meremas payudaranya yang besar menantang. Dia mulai menjerit lirih. Dari bibir, ciumanku turun ke lehernya, lama aku bermain di sana. Kak Mira menekan kepalaku seolah menuntunku untuk menciumi dadanya. Aku mulai nekat, membuka bra-nya dan muncullah pemandangan yang sangat indah. Mula-mula kuciumi ketiaknya, sementara tangan kiriku meremas bukit tanpa pelapis itu. Ciumanku berpindah ke payudaranya. Kucium perlahan pangkalnya, dia nyeletuk, "Ah.. Andre, nikmat sekali.." lalu kuciumi putingnya yang merah merekah. Ah, nikmat sekali waktu itu. Kami melakukannya hampir satu jam, sampai kami sama-sama sadar. Kejadian itu terhenti begitu saja setelah tiga bulan menikah. Kami kembali melakukannya. Saat itu kutahu Kak Mira kurang bahagia, karena setelah bulan madunya yang 2 minggu, suaminya harus kembali ke Pekanbaru. Tinggallah kakakku sendirian.
Suatu malam, aku menemaninya menonton Selasa Drama di SCTV. Saat itu kembali dia memelukku, kami saling berciuman mesra sekali. Malu-malu aku mulai membuka pakaiannya. Dia membiarkan saja, bahkan mulai mengusap permukaan resleting celana panjangku dengan sangat bernafsu. Aku makin gemas dan bernafsu melihat tingkahnya, pakaiannya kupreteli sampai lembar terakhir. Tanganku meraih pinggulnya yang seksi dan kudekatkan ke arahku. Mukaku persis di depan selangkangannya sehingga aku dapat melihat gundukan bukit kemaluannya tepat didepan mata. Aku semakin tak sabar, aku memandang ke atas dan Kak Mira menatapku sambil tetap tersenyum. Wajahnya tampak memerah menahan malu. Tanpa aba-aba dariku Kak Mira menganggukan kepalanya perlahan, seolah mempersilakanku memmainkan kemaluannya. Dengan gemetar jemari kedua tanganku kembali merayap ke atas menelusuri dari kedua betisnya yang mulus terus ke atas sampai kedua belah pahanya yang putih mulus tanpa cacat sedikitpun. Halus sekali kulit pahanya dan begitu seksi dan padat. Aku mengusap perlahan dan mulai meremas. "Oooh.." Kak Mira merintih kecil, kemudian jemari kedua tanganku merayap ke belakang, kebelahan bokongnya yang bulat. Aku meremas gemas di situ. Aahh.. begitu halus, kenyal dan padat. Tiba giliran lagi aku berhadapan dengan lubang kemaluannya.
Sejenak aku berhenti, menikmati pemandangan itu. Bau alat kelaminnya langsung menyergap hidungku. Mmm.. harum. Kini terpampanglah sudah daerah "forbidden" itu, menggembung membentuk seperti sebuah gundukan bukit kecil mulai dari bawah pusarnya sampai ke bawah di antara kedua belah pangkal pahanya yang seksi. Sementara di bagian tengah gundukan bukit kemaluannya terbelah membentuk sebuah bibir tebal yang mengarah ke bawah dan masih tertutup rapat menutupi celah liang kemaluannya. Dan di sekitar situ aku mengagumui bulu-bulunya yang seperti kawanan domba di bukit. Aku hanya bisa melongo menyaksikan keindahan bukit kemaluannya dan tanpa terasa kedua tanganku sampai gemetar menyaksikan pemandangan yang baru pertama kalinya ini. "Oohh.. Kak Mira.. indahnya.." Hanya kalimat itu yang sanggup kuucapkan saat itu. Selanjutnya aku masih melongo menikmati keindahan surga dunia milik Kakakku, Mira. Bau yang keluar dari alat kelamin miliknya membuat hidungku jadi kembang kempis menikmati aroma aneh namun terasa menyenangkan buatku. Aku mulai menciumi pahanya yang mulus, sementara tanganku sibuk mengusap-usap pahanya yang lain. Tangannya meremas rambutku sambil berteriak kenikmatan. Ciumanku mulai naik ke selangkangannya. Kak Mira tidak sabaran, dia menuntun kepalaku ke arah kemaluannya, aku hanya menuruti. Kuciumi kemaluannya, remasannya mulai keras, apalagi saat lidahku bermain di klitorisnya. Aku tak puas juga, aku mengisapnya sekuatnya, mungkin ciuman di lubang kemaluannya itu berlangsung lebih dari 15 menit.
Kembali aku memandang ke wajahnya, walaupun wajahnya sedikit memerah karena malu. Ia berusaha untuk tetap tersenyum. Dadanya terlihat sangat menonjol. Alamak! Buah dadanya itu ternyata memang berbentuk bulat, ukurannya 34B, warnanya putih bersih, putingnya tampak berwarna merah muda kecoklatan. Aaah.. cantiknya kakakku ini apalagi kalau sedang telanjang bulat seperti ini, "Kak.." bisikku lirih. Batang kemaluanku semakin berdenyut tak karuan. Lalu Kak Mira mengulurkan kedua tangannya kepadaku mengajakku berdiri lagi. Kini rasanya kami seperti Adam dan Hawa saja. Bertelanjang bulat satu sama lain seperti kaum nudis saja. "Aku tahu, kamu tidak pernah bahagia, aku ingin membahagianmu, dengan cara apapun itu.. kini nikmatilah!" bisiknya mesra. Aku merangkul tubuhnya yang telanjang merasa terharu. Badanku seperti kesetrum saat kulitku menyentuh kulit halusnya yang hangat dan mulus apalagi ketika kedua payudaranya yang bulat menekan lembut dadaku yang bidang. Aaah, aku merintih nikmat. Jemari tanganku tergetar saat mengusap punggungnya yang telanjang. Begitu halus dan mulus, aku tak sanggup menahan gejolak nafsuku. Aku tak tahan lagi, aku menyetubuhinya. "Aahh.. Kak, kita lakukan di kamar yuk!" bisikku tanpa malu-malu lagi. Kak Mira tersenyum dalam pelukanku. "Terserah mau melakukannya dimana," sahutnya mesra.
Tiga bulan kami banyak bersama, tapi dasar Kak Mira yang sangat pengertian, dia malah bukan mengurusi pernikahannya, eh malah mengurusi aku. Kami banyak bersama, aku sangat menyanginya. Saking sayangnya dia pernah menciumku, tapi tanpa sadar aku membalasnya dengan mencium bibirnya, dia memelukku dengan hangat. Tapi aneh kurasakan, dia tidak menolaknya, malah mulai memainkan lidahnya di mulutnya. Hmm, sungguh indah saat itu. Tanpa sadar aku mulai meremas payudaranya yang besar menantang. Dia mulai menjerit lirih. Dari bibir, ciumanku turun ke lehernya, lama aku bermain di sana. Kak Mira menekan kepalaku seolah menuntunku untuk menciumi dadanya. Aku mulai nekat, membuka bra-nya dan muncullah pemandangan yang sangat indah. Mula-mula kuciumi ketiaknya, sementara tangan kiriku meremas bukit tanpa pelapis itu. Ciumanku berpindah ke payudaranya. Kucium perlahan pangkalnya, dia nyeletuk, "Ah.. Andre, nikmat sekali.." lalu kuciumi putingnya yang merah merekah. Ah, nikmat sekali waktu itu. Kami melakukannya hampir satu jam, sampai kami sama-sama sadar. Kejadian itu terhenti begitu saja setelah tiga bulan menikah. Kami kembali melakukannya. Saat itu kutahu Kak Mira kurang bahagia, karena setelah bulan madunya yang 2 minggu, suaminya harus kembali ke Pekanbaru. Tinggallah kakakku sendirian.
Suatu malam, aku menemaninya menonton Selasa Drama di SCTV. Saat itu kembali dia memelukku, kami saling berciuman mesra sekali. Malu-malu aku mulai membuka pakaiannya. Dia membiarkan saja, bahkan mulai mengusap permukaan resleting celana panjangku dengan sangat bernafsu. Aku makin gemas dan bernafsu melihat tingkahnya, pakaiannya kupreteli sampai lembar terakhir. Tanganku meraih pinggulnya yang seksi dan kudekatkan ke arahku. Mukaku persis di depan selangkangannya sehingga aku dapat melihat gundukan bukit kemaluannya tepat didepan mata. Aku semakin tak sabar, aku memandang ke atas dan Kak Mira menatapku sambil tetap tersenyum. Wajahnya tampak memerah menahan malu. Tanpa aba-aba dariku Kak Mira menganggukan kepalanya perlahan, seolah mempersilakanku memmainkan kemaluannya. Dengan gemetar jemari kedua tanganku kembali merayap ke atas menelusuri dari kedua betisnya yang mulus terus ke atas sampai kedua belah pahanya yang putih mulus tanpa cacat sedikitpun. Halus sekali kulit pahanya dan begitu seksi dan padat. Aku mengusap perlahan dan mulai meremas. "Oooh.." Kak Mira merintih kecil, kemudian jemari kedua tanganku merayap ke belakang, kebelahan bokongnya yang bulat. Aku meremas gemas di situ. Aahh.. begitu halus, kenyal dan padat. Tiba giliran lagi aku berhadapan dengan lubang kemaluannya.
Sejenak aku berhenti, menikmati pemandangan itu. Bau alat kelaminnya langsung menyergap hidungku. Mmm.. harum. Kini terpampanglah sudah daerah "forbidden" itu, menggembung membentuk seperti sebuah gundukan bukit kecil mulai dari bawah pusarnya sampai ke bawah di antara kedua belah pangkal pahanya yang seksi. Sementara di bagian tengah gundukan bukit kemaluannya terbelah membentuk sebuah bibir tebal yang mengarah ke bawah dan masih tertutup rapat menutupi celah liang kemaluannya. Dan di sekitar situ aku mengagumui bulu-bulunya yang seperti kawanan domba di bukit. Aku hanya bisa melongo menyaksikan keindahan bukit kemaluannya dan tanpa terasa kedua tanganku sampai gemetar menyaksikan pemandangan yang baru pertama kalinya ini. "Oohh.. Kak Mira.. indahnya.." Hanya kalimat itu yang sanggup kuucapkan saat itu. Selanjutnya aku masih melongo menikmati keindahan surga dunia milik Kakakku, Mira. Bau yang keluar dari alat kelamin miliknya membuat hidungku jadi kembang kempis menikmati aroma aneh namun terasa menyenangkan buatku. Aku mulai menciumi pahanya yang mulus, sementara tanganku sibuk mengusap-usap pahanya yang lain. Tangannya meremas rambutku sambil berteriak kenikmatan. Ciumanku mulai naik ke selangkangannya. Kak Mira tidak sabaran, dia menuntun kepalaku ke arah kemaluannya, aku hanya menuruti. Kuciumi kemaluannya, remasannya mulai keras, apalagi saat lidahku bermain di klitorisnya. Aku tak puas juga, aku mengisapnya sekuatnya, mungkin ciuman di lubang kemaluannya itu berlangsung lebih dari 15 menit.
Kembali aku memandang ke wajahnya, walaupun wajahnya sedikit memerah karena malu. Ia berusaha untuk tetap tersenyum. Dadanya terlihat sangat menonjol. Alamak! Buah dadanya itu ternyata memang berbentuk bulat, ukurannya 34B, warnanya putih bersih, putingnya tampak berwarna merah muda kecoklatan. Aaah.. cantiknya kakakku ini apalagi kalau sedang telanjang bulat seperti ini, "Kak.." bisikku lirih. Batang kemaluanku semakin berdenyut tak karuan. Lalu Kak Mira mengulurkan kedua tangannya kepadaku mengajakku berdiri lagi. Kini rasanya kami seperti Adam dan Hawa saja. Bertelanjang bulat satu sama lain seperti kaum nudis saja. "Aku tahu, kamu tidak pernah bahagia, aku ingin membahagianmu, dengan cara apapun itu.. kini nikmatilah!" bisiknya mesra. Aku merangkul tubuhnya yang telanjang merasa terharu. Badanku seperti kesetrum saat kulitku menyentuh kulit halusnya yang hangat dan mulus apalagi ketika kedua payudaranya yang bulat menekan lembut dadaku yang bidang. Aaah, aku merintih nikmat. Jemari tanganku tergetar saat mengusap punggungnya yang telanjang. Begitu halus dan mulus, aku tak sanggup menahan gejolak nafsuku. Aku tak tahan lagi, aku menyetubuhinya. "Aahh.. Kak, kita lakukan di kamar yuk!" bisikku tanpa malu-malu lagi. Kak Mira tersenyum dalam pelukanku. "Terserah mau melakukannya dimana," sahutnya mesra.
0 Komentar