"Hi.. hi.. hi, hi..!"
Bidadari itu tertawa lirih kegirangan melihat diriku yang benar-benar tak berdaya. Tapi tak lama kemudian dengan sedikit kesempatan, ketika Sang dewi kecantikan itu mulai jongkok lagi, aku berhasil menggigit sisi sebelah kiri bagian bawah celana dalam Teh Widya. Hal itu membuatnya tak bisa bediri lagi.
"Tuh, khan kamu memang nakal.. tapi kamu pintar koq.", ujar Teh Widya.
"Lepasin dulu dong gigitan kamu..!"
Aku tak peduli, aku sudah kepalang, aku teris menggigit celana dalamnya.
"OK, deh.., kalo memang itu yang kamu mau..!", kata Teh Widya.
Akhirnya dia berusaha berdiri dengan perlahan sehingga celana dalamnya mulai terlepas dari selangkangannya. Tampak olehku secara perlahan.
Belahan surgawi yang sangat indah itu membuatku nggak keruan. Setelah terlepas total, aku menggelengkan kepala ku kekiri untuk membuang celana dalam itu kesebelah kiri kepalaku. Sejenak Teh Widya menggoyang-goyangkan pinggulnya dan memamerkan keindahan belahan surga itu kepadaku. Aku nikmati keindahan itu sambil beberapakali menelan ludahku. Teh Widya mencukur habis bulu-bulu kemaluannya, dan hanya menyisakan sedikit bulu-bulu halus yang tumbuh diantara pusar dan kewanitaannya. Tak lama kemudian Teh Widya berjongkok dan mendekatkan celah surgawinya ke mulutku. Aku langsung tahu apa yang harus kulakukan.
"Kamu pasti pengen ini khan sayang?", tanya Teh Wid.
Tetapi Teh Widya tidak langsung menempelkan lubang hangatnya ke mulutku tapi dia hanya bersujug diatas wajahku. Jarinya yang lentik mulai memainkan barangnya sendiri. Dengan gerakan memutar berulang yang berulang kali, Teh Widya memainkan wahana surgawinya.
Tangan kanannya membelai rambutku sesekali, sedangkan jari-jemari nya dengan lincah memainkan kemaluannya yang sudah berubah warna. yang Asalnya putih mulus, sekarang menjadi merah muda, bagaikan bunga anggrek yang tumbuh di pagi hari di tempa sinar surya. Benar-benar suatu pemandangan yang indah. Setelah puas mempermainkan kemaluan bagian luarnya. Jari telunjuk dan jari tengahnya mulai membuka celah surga itu, sehingga akhirnya celah itu terbuka dan memperlihatkan penghuni tunggalnya, sebuah daging kecil yang sudah memerah muncul diantara celah itu.
"Wid, aku pengen Clit kamu", pintaku.
Teh Widya akhirnya menuruti apa mauku, dia menempelkan kewanitaannya ke mulutku. Aku jilat dan aku kulum disertai dengan sedikit hisapan di Clit-nya membuat Teh Widya tergila-gila pada permainan lidahku.
"Oufft, fftt.., ah.., ow..eegghh..!"
"Sayangku.., ahh.., oughh..!"
"Enak sayang.., terus..ahh.!", suara desahan sang bidadari membuatku semakin gila.
Sudah saatnya sekarang aku yang memegang kendali. Aku ingin memperbudaknya sekarang, karena selama ini aku hanya terikat dan dijadikan budak olehnya. Aku mengendalikan diriku sesaat, kuhentikan permainan mulutku.
"Sayangku.., terus donk jangan berhenti..!", Teh Wid mulai heran.
Aku tetap terdiam sambil mengumpulkan tenaga.
Akhirnya dengan sekuat tenaga dan sedikit erangan.., "Iii..Ya..!"
Aku berhasil memutuskan kedua tali yang mengikat tanganku. Teh Widya tampat terkejut. Aku lemparkan tubuh Teh Widya yang masih mengangkangi wajahku ke samping sebelah kanan tubuhku. Aku membungkuk dan melepaskan tali yang mengikat kakiku serta menarik celana dalam disertai celana jeansku, sehingga aku kembali seperti sedia kala, telanjang dada dengan celana jeans Levis 501.
"Ampun sayang.., ternyata kamu bisa lepas juga ya..!", kata Teh Widya.
Bidadari itu tertawa lirih kegirangan melihat diriku yang benar-benar tak berdaya. Tapi tak lama kemudian dengan sedikit kesempatan, ketika Sang dewi kecantikan itu mulai jongkok lagi, aku berhasil menggigit sisi sebelah kiri bagian bawah celana dalam Teh Widya. Hal itu membuatnya tak bisa bediri lagi.
"Tuh, khan kamu memang nakal.. tapi kamu pintar koq.", ujar Teh Widya.
"Lepasin dulu dong gigitan kamu..!"
Aku tak peduli, aku sudah kepalang, aku teris menggigit celana dalamnya.
"OK, deh.., kalo memang itu yang kamu mau..!", kata Teh Widya.
Akhirnya dia berusaha berdiri dengan perlahan sehingga celana dalamnya mulai terlepas dari selangkangannya. Tampak olehku secara perlahan.
Belahan surgawi yang sangat indah itu membuatku nggak keruan. Setelah terlepas total, aku menggelengkan kepala ku kekiri untuk membuang celana dalam itu kesebelah kiri kepalaku. Sejenak Teh Widya menggoyang-goyangkan pinggulnya dan memamerkan keindahan belahan surga itu kepadaku. Aku nikmati keindahan itu sambil beberapakali menelan ludahku. Teh Widya mencukur habis bulu-bulu kemaluannya, dan hanya menyisakan sedikit bulu-bulu halus yang tumbuh diantara pusar dan kewanitaannya. Tak lama kemudian Teh Widya berjongkok dan mendekatkan celah surgawinya ke mulutku. Aku langsung tahu apa yang harus kulakukan.
"Kamu pasti pengen ini khan sayang?", tanya Teh Wid.
Tetapi Teh Widya tidak langsung menempelkan lubang hangatnya ke mulutku tapi dia hanya bersujug diatas wajahku. Jarinya yang lentik mulai memainkan barangnya sendiri. Dengan gerakan memutar berulang yang berulang kali, Teh Widya memainkan wahana surgawinya.
Tangan kanannya membelai rambutku sesekali, sedangkan jari-jemari nya dengan lincah memainkan kemaluannya yang sudah berubah warna. yang Asalnya putih mulus, sekarang menjadi merah muda, bagaikan bunga anggrek yang tumbuh di pagi hari di tempa sinar surya. Benar-benar suatu pemandangan yang indah. Setelah puas mempermainkan kemaluan bagian luarnya. Jari telunjuk dan jari tengahnya mulai membuka celah surga itu, sehingga akhirnya celah itu terbuka dan memperlihatkan penghuni tunggalnya, sebuah daging kecil yang sudah memerah muncul diantara celah itu.
"Wid, aku pengen Clit kamu", pintaku.
Teh Widya akhirnya menuruti apa mauku, dia menempelkan kewanitaannya ke mulutku. Aku jilat dan aku kulum disertai dengan sedikit hisapan di Clit-nya membuat Teh Widya tergila-gila pada permainan lidahku.
"Oufft, fftt.., ah.., ow..eegghh..!"
"Sayangku.., ahh.., oughh..!"
"Enak sayang.., terus..ahh.!", suara desahan sang bidadari membuatku semakin gila.
Sudah saatnya sekarang aku yang memegang kendali. Aku ingin memperbudaknya sekarang, karena selama ini aku hanya terikat dan dijadikan budak olehnya. Aku mengendalikan diriku sesaat, kuhentikan permainan mulutku.
"Sayangku.., terus donk jangan berhenti..!", Teh Wid mulai heran.
Aku tetap terdiam sambil mengumpulkan tenaga.
Akhirnya dengan sekuat tenaga dan sedikit erangan.., "Iii..Ya..!"
Aku berhasil memutuskan kedua tali yang mengikat tanganku. Teh Widya tampat terkejut. Aku lemparkan tubuh Teh Widya yang masih mengangkangi wajahku ke samping sebelah kanan tubuhku. Aku membungkuk dan melepaskan tali yang mengikat kakiku serta menarik celana dalam disertai celana jeansku, sehingga aku kembali seperti sedia kala, telanjang dada dengan celana jeans Levis 501.
"Ampun sayang.., ternyata kamu bisa lepas juga ya..!", kata Teh Widya.
0 Komentar