Aku menarik tubuhnya ketengah tempat tidur.
"Sekarang aku yang berkuasa", kataku perlahan sambil merangkak menghampirinya.
"Awas kamu ya..!", kataku.
"Dari tadi kamu terus yang berkuasa, sekarang giliranku", kataku dengan nada sedikit aku buat lebih seram.
"Suka atau tidak suka, kamu harus siap", kataku lagi.
"Ampun, aku minta ampun sayang", kata Teh Widya dengan posisi seperti yang sedang terpojok dan ketakutan, tapi dari sorot wajahnya aku tahu sekali bahwa dia sangat menginginkanku saat itu.
"Kamu siap ya, sekarang giliranku", kataku setelah wajah kami saling berdekatan.
"Jangan kasar ya, pelan-pelan aja..!", kata Teh Widya sambil tersenyum.
Kemudian kukecup dengan mesra bibirnya.
Bukan kecupan penuh nafsu, walaupun saat itu aku sudah di kuasai oleh nafsu setan. Saat itu aku kecup dia seperti kecupan pertama dari seorang yang sangat mencintai gadisnya.
"Wid, kamu memang cantik sekali", kataku.
"Willy, aku sayang kamu", kata Teh Widya.
Aku kembali mengecup bibirnya dengan mesra, tapi.., Teh Widya mengecupku dengan penuh nafsu seakan Mbak Wid ingin memakan mulutku dan menelan kepalaku bulat-bulat. Lidah kami bertemu di dalam dan di luar mulut. Air ludah nya yang hangat terasa indah sekali membasahi bibirnya, membuatku seakan ingin terus mengecupnya. Tapi.., ada sesuatu yang menarik penglihatanku. Dua buah gumpalan daging yang sedikit menyembul dari balik handuk merah muda itu membuat ku menghentikan kecupanku. Dari sana aku tatap wajah Teh Widya sesaat, dia hanya menundukan kepalanya saja. Teh Widya tahu benar apa yang akan aku lakukan terhadapnya, dan tampaknya dia menyetujuinya.
Aku kembali ke arah dua gumpalan itu, dan diantara gumpalan itu aku lihat ada sebuah ikatan yang mengikat handuk itu. Aku mengangkat tubuh Teh Widya untuk membenarkan posisinya. Sekarang Teh Widya terlentang di atas tempat tidurku. Aku membuka handuk itu dan membuangnya ke lantai. Dan.., Teh Wid sekarang benar-benar telanjang bulat tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh surganya. Tubuhnya yang merupakan perpaduan antara pitih bersinh dan kuning langsat itu membuatku gila memandangnya. Perutnya yang sangat datar, disertai lekukan otot yang sedikit terlihat menandakan Teh Wid memang pakarnya menjaga tubuh.
Tanpa pikir panjang lagi, aku tindih tubuh 170 cm itu dan langsung aku daratkan lidahku tepat di puting susunya yang berwarna merah muda. Aku putar lidahku di sekitar putingnya, aku permaunkan terus payudara sempurna itu dengan lidahku. Aku jilat, aku hisap dan kadang ditambah dengan sedikit gigitan mesra dariku.
"Ahh, sayang.., terus.. offtt..!", desahannya membuatku menikmati sekali hal ini.
Kedua tangannya memegang kiri kanan kepalaku. Teh Widya berusaha menahan tekanan mulutku ke Payudaranya. Tapi itu semua tidak berpengaruh sama sekali bagiku untuk menikmati surga yang ada didepanku.
"Willy.., stop sayang, aku nggak kuat lagi..!"
"Aku buka celana kamu ya sayang..!"
Teh Widya mendorongku dan menuntunku berdiri di pinggir tempat tidur. Dia membuka jeansku dan menurunkan celana dalamku untuk yang kedua kalinya.
"Eh.., ternyata punyamu sudah tegak juga ya!", kata Teh Widya yang lansung mengulum kontolku.
"Ahhgg.. Wid.., tadi khan udah..!", kataku lirih karena menahan rasa nikmat yang luar biasa.
"Aku pengen lagi..!", Teh Widya berujar sambil kembali meneruskan kulumannya.
Kontolku makin terlihat basah kuyup oleh ludah hangat Teh Widya. Rasa hangay yang menjalar tubuhku membuat aku sdikit tidak bisa menahan diri. Ada sesuatu yang mengalir di atas pangkal kontolku. Ada sesuatu yang ingin aku keluarkan agar kenikmatan ini terus mencapai puncak. Ser.. ser.. ser.., rasa desiran kenimatan itu sedah hampir di puncak, terus naik..dan terus naik seiring dengan kuluman dan hisapan mulut sang bidadari ke rudalku.
"Chlok.. chlok.. chok.. chop.. chop..!"
Suara itu.. ah.. suara hisapan mulut Teh Widya ke kontolku membuatku tak tahan lagi.. aku hampir orgasme.. dan..
"Ahh.. udah dulu sayang.. sekarang giliranku ya..!", kataku menghentikan kegiatan Teh Widya.
Sebab kalau tidak tentu saja aku mencapai punckaku lebih dahulu dan permainan kemungkinan akan selesai. Aku tak mau hal itu terjadi. Aku masih ingin menikmatinya lebih lama lagi.
"Sini sayang, dudu di pinggir tempat tidur ya..!", kataku.
Setelah duduk di pinggir tempat tidur, dengan kaki yang menjuntai rapat ke bawah membuatku tang dapat melihat pintu gerbang menuju sorga milik Teh Widya. Aku bersujud dihadapan kedua kaki panjangnya. Aku perhatikan lagi.. memang.., Teh Widya memang sempurna.., bahkan jari-jari kakinya pun bisa membuat aku bergairah. Putih, bersih tanpa cacat sedikitpun.
0 Komentar