Aku lalu berdiri dan memutar mendekatinya dari belakang dan sambil berjongkok kupeluk b4d-4n sintal Bu Ning, jari tangan kananku segera meraba pahanya yang basah itu dan agak meremas-remas kulit paha yang masih kenyal dan putih itu, sementara mrxku mulai bergerak gerak didalam celanaku yang menempel ketat dipunggungnya..
"Heeeii ... Doonnniiiii ….Heeiiii ….!" sergah Ibu Ning tapi tanpa menoleh padaku.
"Doonnniii ……. Jangan nakal yaaaa ……". Tapi nada suaranya tidak seperti orang marah. Jari-jariku turun kebawah sampai mendekati selangkangnya dan kusingkap lebih keatas lagi baju dasternya.
"Aduuuh ….. Doonniii …. ini nakal sekali ya ?" kali ini suara Bu Ning agak meninggi sedikit, tapi ia tetap saja melanjutkan mengucek cucian celana dalam. Dan tanganku sudah tak bisa ditahan lagi, jari-jariku segera menerobos masuk kedalam CDnya.
Kurasakan bulu-bulu jembutnya yang lebat dan keriting itu sementara jari-jariku terus saja masuk menyusup hingga aku menemukan lobangnya. Aku yakin bahwa ini adalah lobang *****nya Ibu Ning, segera jari tengahku dan jari telunjukku kudorong masuk. Ibu Ning menjerit lirih karena gelid an seketika menoleh menatapku seperti tak percaya kalau aku berani berbuat sejauh itu. Bu Ning berusaha menarik keluar tanganku, tapi aku tetap bertahan. Dengan gerakan lembut dan cepat aku mengocok keluar masuk kedua jariku didalam *****nya Bu Ning itu.
Kulihat Bu Ning memejamkan matanya sambil terus mend3sihdan mulai menyandarkan kepalanya dibahuku, b4d-4n sintalnya terkulai dalam pelukanku sedangkan kedua kakinya semakin dibuka lebar-lebar. Aku semakin kuat dan cepat mengocok keluar masuk terus hingga jari jariku terasa basah oleh cairan b174hi yang ada didalam lobang *****nya Bu Ning itu.
Kedua tangannya terkulai lemas sambil memegangi kedua tanganku di kanan dan kiri dan kepalanya mendongak keatas dan suara nafasnya melenguh-lenguh dan memburu. Tangan kiriku bebas menggerayangi dan meremas-remas p4-yd4-r4nya. p4-yd4-r4 Bu Ning memang besar walau sudah agak kendor dengan putingnya yang berwarna kecoklatan, kupelintir-pelintir putingnya untuk menambah sensasi b174hi yang kini menggelora dalam dirinya. Bibirku terus bergerak menciumi lehernya yang jenjang dan terbuka itu.
“Doonnn ….. Doonniiii …. Jangaaann ….. aachhh …. jang aaann …… “ rintih Bu Ning sambil memejamkan tetap memejamkan mata. “Doonnn ….. Doonnniiii …. Jangan disitu ….. nanti kalau kelihatan ada tanda merah di leher Ibu bisa gawat ….. nanti Pak Achmad bisa curiga ….. jangaaan ya Donnniii …….” Kata Bu Ning lirih. Aku pikir-pikir memang benar juga nih, wah bisa gawat klo ketahuan Pak Achmad suaminya, bisa-bisa jadi perkara besar mengingat jabatannya dikantor Pemda.
Segera saja ku alihkan bibirku mencium bibirnya yang merah terbuka dengan gigi-gigi putihnya.
Kemudian ku emut dan kusesap bibirnya yang menggairahkan itu, air ludah kami berdua bercampur aduk dan masuk kedalam tenggorokan kami masing-masing saat mulu7ku dan mulu7 Bu Ning bergelut dengan ganas dalam balutan n4+fsu b174hi yang membara. Air liur kami membasahi bibir dan dagu kami berdua.
Kulihat Ibu Ning seperti kesetanan mend3sihmengerang sambil menjepit kedua pahanya kuat kuat hingga jari jariku ikut terjepit. Beberapa saat kemudian kemudian Dia seperti tersadar lalu mendorongku untuk melepaskan pelukanku hingga aku jatuh terjengkang kebelakang. Lalu dengan cepat Bu Ning bangun berdiri dan meninggalkan tempat itu. Kemudian terdengar pintu kamar ditutup dengan agak keras. Aku terkaget lalu buru buru bangun dan membetulkan letak mrxku yang udah ngaceng tegang dan membuatku kesakitan karena celana panjangku jadi kesempitan.
Aku tetap sabar menunggu Bu Ning keluar dari kamar tidurnya sambil membaca majalah. Tak lama kemudian terdengar derit pintu terbuka dan Bu Ning kembali masuk ke dapur namun sudah berganti baju dengan motif yang lain.
Dia mengambil air minum dan meneguknya perlahan-lahan sambil memandangiku. Sambil memegang gelas berisi air setengah dan tersenyum manis padaku.
“Doonn ….. kamu nggak haus …..” tanyanya lembut menggundang.
“Kalau mau minum …. Niihhhh …. Abisin ya… “ kata Bu Ning sambil mengangsurkan gelas berisi air yang tadi sudah diminum setengahnya.
Aku segera mengambil gelas tersebut dari tangannya dan meminumnya dibekas bibirnya yang tertinggal. Aku meminumnya sambil mataku terus memandangiku Ibu Ning, mulu7 dan bibirku menirukan gerakan sedang berciuman seperti yang tadi telah kami lakukan dengan ganas dan membara. Bu Ning hanya tersenyum dan mencubit pinggangku dengan gemas.
“Dasaaaar …… bocah gendheng ….. playboy tanggung….” Sungutnya manja. “Awas ya ….. jangan sampai Doni melakukan hal ini terhadap Dewi ya …. Ibu gak rela klo anak Ibu dewasa sebelum waktunya” kata Bu Ning mengingatkanku.
“Sumpaaaahhh ….. Bu Ninggg ….. nggak akan terjadi ….” Jawabku mantap. “khan …. Saya udah dapat yang sesuai idaman hatiku …. Cintaku lebih mantap dengan wanita setengah baya yang menggairahkan dan seksi.. “ sambungku sambil tersenyum.
“Donnn ….. kenapa kamu suka dengan Ibu yang sudah tua begini …?”.
“Apa sih yang kamu sukai dari wanita seusia Ibu ini …?” Tanya Bu Ning mengejar.
“Aada aja …. “ jawabku sambil duduk kembali.
Aku paling tak suka sama Mbak Shinta, kakaknya Dewi. Orangnya sombong dan angkuh, tidak seperti Mbak Anna atau Mas Wawan kedua kakaknya. Mbak Shinta 5 tahun lebih tua dari aku, kami jarang ngobrol bila aku main ke rumahnya, aku lebih banyak ngobrol dengan Pak Achmad, Bu Ning, Mas Wawan atau Mbak Anna juga Dewi
0 Komentar