“Doonnni….. Doonnn….kamu kenapa sihhhh….koq aneh sekali ….????” Tanya Ibu Ning membuyarkan anganku. Ku pandang wajahnya yang ayu dan putih sambil tersenyum penuh sejuta arti.
“Ada apa Bu Ning…..?” Tanyaku sambil terus berlari-lari kecil
“Besok Senin kamu punya acara apa…” Tanya Ibu Ning sedikit lirih menghindari kecurigaan orang lain yang lalu lalang di sekitar kami.
“Besok …. Eeehh… entahlah Bu… “ Sahutku sekenanya
Hari ini Senin 21 Maret, setelah mengikuti upacara bendera dan pelajaran pertama yang membosankan, aku segera minta ijin pulang dengan alasan sakit perut diare. Setelah memperoleh ijin pulang dari guru BP, aku mampir ke meja Dewi untuk pamit pulang.
“Wi, sorry ya aku pulang duluan ya, abis aku sakit perut nih…… daagg…!” kataku sambil terus melangkah keluar kelas.
“OK, Bos !....” kata Dewi sambil tersenyum.
Setelah naik angkot selama 25 menit aku melanjutkan dengan jalan kaki lewat jalan Gang Kancil 1, aku terus melangkah menuju rumahnya Pak Achmad tetanggaku lain Gang tapi masih satu RT.
Setelah membuka pintu pagar depan, aku tidak segera mengetuk pintu depan karena biasanya pintu depan selalu terkunci. Aku meneruskan langkah memutar menuju pintu dapur yang terletak di belakang. Yang terlihat sunyi sepi. Namun tak lama kemudian aku melihat b4d-4n Ibu Ning yang sedang berdiri membelakangiku didepan tempat cucian piring. Oohh… rupanya Ibu Ning sedang mencuci piring atau gelas nih. Tanpa menimbulkan suara aku membuka pintu yang hanya setengah berdiri.
Pelan-pelan aku melangkah mendekatinya kuamati b4d-4nnya yang kuning langsat karena saat itu Ibu Ning hanya mengenakan baju daster warna hijau kembang-kembang dan bertali simpul satu dipundaknya. Lengannya dan juga p4n74tnya terlihat berisi karena memang wanita seusia dia pasti akan terlihat sedikit gemuk dan Tiba-tiba aku ingin menggodanya. Aku berjingkat perlahan dan menutup kedua matanya dengan tanganku dari belakang. Ibu Ning kaget berusaha melepaskan kedua tanganku. Aku menahan tawa sambil tetap menutup kedua matanya. Tapi akhirnya Ibu Ning mengenaliku juga. Maka segera kukendorkan tanganku.
"Donnii …… kamu bikin kaget Ibu saja akhh …..." Ucap Bu Ning sambil tetap membelakangiku dan menarik kedua tanganku kedepan dadanya. Ibu Ning bersandar didadaku. Kedua belah tanganku tepat mengenai p4-yd4-r4nya yang kurasakan empuk dan besar itu. Gelora aneh mengalir didarahku. Sementara Bu Ning terus melanjutkan aktifitasnya mencuci gelas, aku justru memperhatikan bulu-bulu lembut dileher jenjangnya Rambutnya yang lurus sebahu saat itu tertarik keatas dan terjepit jepitan rambut, hingga leher bagus itu dapat ku3n4ki utuh. Aku berdesir. Kurasakan napasku mulai berat. Dengan bibirku akhirnya kukecup leher itu. Bu Ning merintih kegelian dan menghentikan kegiatan mencuci gelas lalu mencubit lenganku dengan genit. "Hiiiiihh ... Jangan Doonnnn …. Akhhhh ..... Ibu jadi merinding aahhh…" kata Ibu Ning. Sementara itu dekapan tanganku dip4-yd4-r4 dan dadanya makin kuat.
Ketika kuperhatikan ternyata Ibu Ning tidak marah dan tetap tenang maka kuulangi lagi kecupan itu berulang-ulang. Bekas cukuran kumis dan janggutku membuatnya kegelian. Tapi kurasakan tangan Bu Ning perlahan mencengkram erat dikedua jariku dan dia diam saja. Aku makin bernapsu. Ciuman, kecupan dan hisapan bibirku makin menjadi-jadi ke leher dan telinganya. Ibu Ning mendesah-d3sihsambil memejamkan mata. Kepalanya bergerak-gerak mengikuti cumbuan bibirku. Matanya terpejam dan napasnya menggelora. Kucari bibirnya, karena susah maka kuputar b4d-4nnya menghadapku dan langsung kusambar dengan bibirku.
Kupeluk erat Bu Ning. Dia menggeliat membalas ganasnya permainan bibirku. Kedua tangannya memegangi bagian belakang kepalaku seolah takut aku melepaskan ciuman bibirku. Kuremas-remas p4-yd4-r4nya dengan tangan kananku. Bu Ning melepaskan ciumannya lalu merintih-rintih dengan kepala terdongak kebelakang seolah memberikan lehernya untukku. Dengan ganas langsung kuciumi leher yang jenjang dan terbuka itu.
“Oohh…. Donnnii…….. ooohhh….” Rintih Ibu Ning menahan n4+fsu b174hi.
“Bu Ningggg …… eehhh…. p4-yd4-r4 ini membuatku jadi bern4+fsu…” kataku dengan hati yang polos. Walau hatiku berdebar menahan gelora, tanganku masih saja menggerayangi dan meremas gemas p4-yd4-r4nya yang montok dan besar itu. Tanganku segera menyelusup kedalam baju dasternya karena memang simpul tali dasternya telah berhasil aku lepaskan dari tadi. Jari tangan kananku menyelusup kedalam BHnya dan mengelus lembutnya p4-yd4-r4 seorang wanita setengah baya yang kini terkulai dalam pelukanku. Jari tanganku meremas-remas p4-yd4-r4 Ibu Ning yang besar dan montok itu, bahkan ketika sampai keputingnya dan memelintir-lintir puting itu, terasa kalau puting p4-yd4-r4 Ibu Ning telah menegang dan keras.
"Oooohh … Donnnii … !" Ibu Ning mengeluh 3n4k sambil memerem matanya dan menegakan badannya. Rupanya Ibu Ning juga merasa 3n4k dengan permainan tanganku ini. Dan kuremas-remas terus p4-yd4-r4 yang masih kenyal dan besar itu. Ibu Ning semakin mengerang-erang. Kuraih kepalanya dan kucium bibirnya, walau aku sendiri masih bodoh dalam berciuman. Namun aku tetap pede cepat ku sambar bibirnya lagi. Ibu Ning tersandar dikursi makan menatapku nanar penuh gelora n4+fsu.
Melihat Ibu Ning yang sudah terkapar karena n4+fsu b174hi yang menggelora itu, membikin aku tambah nekad lagi. Kukeluarkan kedua p4-yd4-r4nya itu dari dalam BHnya dan kuhisap kedua buah putingnya silih berganti. Ibu Ning semakin merintih dan mengerang dengan suara lirih tertahan sambil membuka kedua kakinya lebar-lebar yang menjuntai kelantai.
Tangan kiriku masuk kebalik baju dasternya terus menembus celana dalamnya dan mengusap-usap bibir *****nya. Jari tanganku menyelusup kedalam lubang *****nya dan mengocoknya keluar-masuk dengan perlahan-lahan dan kemudian berubah menjadi cepat dan semakin cepat seiring deru nafas Ibu Ning yang menderu-deru menuju puncak b174hinya. Ibu Ning berteriak lirih dan *****ik tertahan, rupanya permainan jari-jariku telah membawa Ibu Ning mencapai klimaksnya.
"Sudaahhh ….. suuuddaaah …....aaaachhhh …. !"
“Ooohhhh …… Doonnniii …… ooohhh …….. aachhh ……!” rintih Ibu Ning dengan suara bergetar. Lalu ia bangun berdiri seperti marah padaku. Menatapku dengan mata terbelalak. Bibirnya gemetaran.
"Donnn………. Donniiiii ……!" Lalu Ibu Ning bangkit berdiri dan buru buru memasukan kembali kedua p4-yd4-r4nya yang aku keluarkan tadi dan segera meninggalkan dapur yang juga jadi ruang makan itu. Kulihat Ibu Ning bergegas masuk ke kamar tidurnya dan menutup pintu.
Aku cepat cepat kabur saja dari rumah itu. Malamnya ku datang ke rumah Ibu Ning lagi, dengan alasan mau ketemu sama Dewi. Kulihat Ibu Ning lagi diruang tamu duduk berpangku kaki sambil membaca tabloid wanita. Ibu Ning hanya menatapku sekilas dan tidak menjawab salamku. Mungkin Ibu Ning masih marah atas kekurang ajaranku tadi siang pikirku.
Pada suatu pagi aku kembali tak masuk sekolah, dan aku segera menuju rumah Pak Achmad, aku yakin pagi ini pasti Pak Achmad pergi kekantor seperti biasanya. lewat halaman samping aku terus menuju bangunan belakang dan kemudian masuk ke dapur dan dipojok sana dekat kamar mandi aku lihat Ibu Ning sedang mencuci pakaian. Ibu Ning punya kebiasaan kalau mencuci celana dalamnya dan anak anak gadisnya Ibu Ning hanya mengucek ngucek sendiri dan tak pernah memasukannya kedalam mesin cuci.
Ibu Ning sedang duduk pada sebuah bangku kecil sambil membuka lebar kedua pahanya sementara dasternya tersingkap sampai jauh keatas pahanya yang putih mulus. Mungkin sebab tak ada orang lain di rumah ini karena pembantu lagi pulang kampung maka Ibu Ning jadi bersikap bebas begitu dan Ibu Ning pun kaget dengan kehadiranku yang tiba tiba itu.
”Lhooo… Donii…. Kenapa kamu gak masuk sekolah….?” Tanya Ibu Ning heran.
“Bolos lagi ya….. nanti kamu bisa-bisa gak naik kelas lho ……” sambungnya.
“Eeghhh …. Eeghhh… nggak koq Bu Ning …..” aku bingung juga menjawabnya.
“Eeghh …… anu …. Anuuuu ….. Bu Ning ……” aduhhh …. Aku makin bingung.
“Anu apa Don ….. anuu …nya siapa ….?” Tanya Ibu Ning tersenyum-senyum.
“Anunya Doni kenapa …..?” hii …. hi ….. tawanya lirih ….
“Anu Bu Ning …. Tadi saya bangun kesiangan jadinya malas mau masuk kesekolah, gak enak klo mesti dimarahin dulu ama guru BP …..” kataku memelas. Mencari simpaty darinya.
Aku pura pura nanya segala macam untuk mengajak Ibu Ning ngobrol sambil aku duduk di hadapannya hingga pahanya yang besar yang telah basah oleh air sabun jadi mengkilap putih. Bisa kulihat dengan jelas bulu-bulu hitam keriting yan tumbuh lebat disekitar lubang *****nya karena celana dalam yang dipakai Ibu Ning sangat tipis, membuat aku jadi benar benar terangsang.
“Bu Ning klo Mas Wawan, Mbak Anna dan Mbak Shinta kuliah di fakultas apa sih ….. koq mereka jarang pulang ya . …?” tanyaku.
“Doni …. Doni ….. klo Mas Wawan kuliah di fakultas Tehnik Mesin di ITB Bandung. Kalau Anna di fakultas akuntansi sedangkan Shinta di fakultas sastra inggris, mereka berdua di Jogyakarta.. “ kata Ibu Ning sambil tetap mencuci. Entah kenapa Bu Ning tetap tak merubah posisi duduknya sadar atau tidak dengan posisi duduknya itu, dia telah membangkitkan n4+fsu b174hi dalam dadaku yang saat ini sedang menggelora dan sulit untuk dikendalikan. mataku terus melotot kearah selangkangannya...
0 Komentar