Ticker

6/recent/ticker-posts

Ad Code

Responsive Advertisement

BUDAX SEC BU ANA #24



“Apa saja.. Terserah” jawabku dengan lemas, karena aku merasa pada saat ibu Anna tidak akan mengabulkan permintaanku.

“Apa saja boleh?” tanyanya lagi padaku.

“Ya Bu apa aja” jawabku dengan cepat seakan mendapat harapan baru.

“Baik kamu yang minta” kata ibu Anna kemudian.

Setelah ibu Anna berkata demikian, ia lalu membalik tubuhku, lalu berdiri tepat di atas wajahku. Dapat kulihat pemandangan yang pada saat biasa kuanggap sebagai salah satu pemandangan terindah di dunia ini, tapi tidak sekarang, yang kupikirkan saat ini hanyalah air. Secara perlahan ibu Anna berjongkok dan memposisikan vaginanya tepat di atas mulutku. Dalam sedetik kemudian aku sudah tahu apa yang mau di lakukannya. Dengan tangan kirinya, ibu Anna menekan pipiku sehingga membuat mulutku membuka paksa.

Setelah menunggu beberapa detik, akhirnya ibu Anna mulai menyemburkan air kencingnya yang berwarna kuning kental itu tepat ke mulutku yang terbuka lebar. Walaupun sebelumnya aku sudah pernah mendapat perlakuan serupa (kembali baca “my teacher), namun pada saat itu kuanggap hal itu adalah hal yang tidak menyenangkan bagiku. Secara wajar aku mencoba menggerakkan kepalaku menolak hal itu, namun tidak bisa karena di tahan oleh tangan kiri ibu Anna. Mungkin pada keadaan biasa aku masih bisa mencoba untuk meronta, tapi tidak sekarang pada saat hampir semua tenagaku habis tersedot karena perlakuannya padaku tadi.

Setelah air kencing mulai menggenangi mulutku, aku dapat merasakan rasa asin di lidahku dan bau pesing yang menusuk di hidungku. Sampai pada saat itu aku masih berusaha untuk tidak menelannya, namun mungkin karena aku sudah sangat kehausan, tanpa sadar aku menelan juga air kencing yang menggenangi mulutku. Tiba-tiba saja aku merasakan bahwa rasanya tidak seburuk yang kuperkirakan, asin dan sedikit pahit, cukup enak buatku yang sudah sangat kehausan. Dengan cepat aku kembali meneguk cairan itu, kemudian diikuti tergukan-tegukan lainnya, rasa jijik sudah tidak kuhiraukan lagi, malah kemudian dengan rakus aku terus menelan air kencing yang masih terus menerus di tumpahkan dari vagina ibu Anna.

Secara sekilas aku dapat melihat wajah ibu Anna yang tersenyum melihat kelakuanku itu. Air kencing yang tadinya menggenangi mulutku sekarang sudah kering kutelan, sedangkan ibu Anna masih terus mengeluarkan “minumannya”, seakan tidak ada habisnya. Tangan kirinya sudah tidak di gunakan untuk menekan pipiku, pada saat itu aku sudah membuka mulutku lebar-lebar dengan senang hati menerima pemberiannya. Kini kedua tangannya membuka kedua bibir vaginannya dengan lebar untuk memudahkan jalan semburan air kencingnya.

Selang beberapa detik kemudian semburannya mulai melemah dan akhirnya benar-benar berhenti.

“Bersihin” kata ibu Anna padaku sambil tangannya masih membuka lebar kedua belah bibir vaginanya.

Dengan patuh aku segera melakukan perintahnya, sambil sedikit mengangkat kepalaku, kujilati bagian dalam vagina serta klitorisnya dengan bersemangat, seolah-olah tenagaku kembali setelah meminum air kencingnya.

“Ok stop” kata ibu Anna selang beberapa saat kemudian, dan dengan segera akupun menghentikan pekerjaanku.

“Enak ya?” tanya ibu Anna kemudian padaku sambil tetap berjongkok di atas wajahku.

“Iya bu.. Kalau boleh saya mau minta lagi” jawabku tanpa malu-malu, karena di samping masih merasa haus, ternyata aku juga mulai menikmatinya.

“Kalau begitu kamu harus memohon” katanya lagi padaku.

“Saya mohon bu.. Saya sangat suka air kencing ibu” sahutku dengan cepat, seakan-akan kata-kata itu meluncur begitu saja dari kepalaku.

“Bagus, karena kamu yang minta, mulai sekarang dirumah ini, cuma itu minuman kamu” katanya.

Dan aku benar-benar sudah gila karena justru merasa senang mendengar perkataanya itu. Setelah berkata demikian, ibu Anna kemudian meludah tepat ke mulutku yang terbuka. Dengan senang hati aku kemudian menelannya.

“Sekarang kamu istirahat, permainan baru akan dimulai nanti malam” katanya padaku sambil berlalu meninggalkanku setelah sebelumnya membuka ikatan pada tangan dan kakiku.

Agak terkejut juga aku mendengar perkataannya, apa yang sudah kualami ini hanya sekedar pemanasan saja? Pikirku dalam hati. Tak lama kemudian aku mendengar suara pintu yang dikunci dari luar. Aku tidak tahu jam berapa sekarang ini, namun mendengar perkataannya aku merasa saat ini sekitar jam 4 sampai jam 5 sore. Dengan perut kembung aku kemudian kembali tertidur. Aku terbangun setelah ada seseorang yang menendang testisku dengan perlahan.

“Mau tidur sampai kapan hah!” bentaknya garang.

Meskipun agak mendongkol dengan caranya membangunkanku, mau tidak mau aku membuka mataku dan beranjak berdiri. Belum pernah kulihat ibu Anna menggunakan pakaian seperti itu sebelumnya. Ia mengenakan BH berwarna hitam yang tampaknya terbuat dari kulit serupa dengan celana dalamnya yang sangat mini. Di tangannya ia menggenggam cambuk yang tadi siang sudah dipergunakannya, sedang rambutnya diikat kencang kebelakang menambah “kegarangannya”. Yang paling menonjol adalah pada bagian depan celana dalamnya terdapat penis buatan yang sepertinya terbuat dari bahan plastik. Meskipun agak geli aku melihat hal itu, namun aku hanya terdiam saja menunduk, menunggu perkataannya...

Posting Komentar

0 Komentar