Kira-kira jam 3 sore, sedang nikmat-enaknya baca koran di ruang tamu rumah mertuaku sambil minum kopi. Si Ami (anaknya adik ibu mertuaku yang masih duduk di kelas 1 SMU dan adiknya Asih) datang menghampiriku lalu duduk di kursi sebelahku dengan wajah yang agak serius. "Ooom, Ami mau ngomong sedikit dengan om", (menceng juga si Ami ini, aku masih terhitung Masnya kok malah di panggil om). Aku jadi agak deg-degan melihat wajah Ami yang serius itu dan aku jadi yakin kalau yang mengintip tadi malam itu pasti dia, tapi dengan mencoba menenangkan diri aku bertanya pelan.
"Ami, ada apa kok kelihatannya serius benar sih?"
"Ami mau cerita ke Ibu dan Mbak Sri, soal om tadi malam dengan Mbak Asih", sahut Ami dengan ketusnya.
"Lho, lho tenaang sedikit dong Aam, Om kok tidak mengerti maksud Ami", jawabku dengan sedikit gemetar.
"aah om ini pura-pura tidak mengerti, padahal Ami melihatnya cukup lama apa yang om lakukan dengan Mbak Asih di kamarnya."
Aku jadi benar-benar kaget mendengar kata-kata Ami, yang rupanya cukup lama melihat apa yang kukerjakan dengan Asih, tapi aku masih berusaha tetap tenang dan berpikir, "Masak sih kalah dengan anak kemarin sore?"
"Ami..", kataku lirih tapi tetap kubuat agar setenang mungkin,
"Jadi Ami lama melihatnya? Kok Ami sampai tahu sih", tanyaku lagi. Dengan tetap menunjukkan wajahnya yang serius segera Ami menceritakan bahwa tadi malam, sewaktu selesai pipis di kamar mandi dan mau kembali ke kamarnya, samar-samar seperti mendengar orang sedang merintih. Karena berpikiran pasti ada yang lagi sakit, lalu Ami mencari dari mana datangnya suara rintihan itu dan ternyata datangnya dari kamar mbaknya. Tetapi karena rintihannya terdengar bukan seperti rintihan orang sakit, Ami membatalkan niatnya untuk masuk kamar mbaknya, tetapi hanya mengintip lewat korden yang menutupi pintu kamarnya Asih yang setengah terbuka dan diperhatikannya agak lama. Ami segera meninggalkan kamar mbaknya dan lalu pergi tidur karena Ami menyangka kalau aku melihatnya sewaktu wajahku menatap ke arah pintu kamar Asih.
"Oooh, Ami melihatnya cukup lama yaa? jadi tahu doong semuanya", kataku seperti bertanya tapi tidak mendapat jawaban dari Ami yang tetap membisu.
"Amii", kataku tetap lirih sambil kupegang tangannya,
"Toloong doong Am, jangan cerita ke orang lain apalagi ke Ibu dan Mbak Sri, om janji tidak ngulangi lagi deeh dan om mau deh bantu Ami apa saja, asaal Ami tidak cerita-cerita", kataku lanjut. Ami tidak segera menjawab kata-kataku dan juga tidak berusaha melepas tangannya yang kupegang, tapi tiba-tiba Ami menarik tangannya dari peganganku dan balik memegang tanganku sambil mengguncangnya serta berkata,
"Jadii om mau bantu Ami?" Mendengar kata-kata Ami terakhir ini, dadaku terasa agak plong.
"Amii, seperti kata om tadi, om akan bantu Ami apa saja asaal Ami janji tidak cerita-cerita", jawabku dengan sedikit penuh kekhawatiran.
"Jadii apa yang bisa Om bantu buat Ami?" tanyaku melanjutkan.
"Amii janji deeh om, cuma Ami saja yang tahu", kata Ami lalu diam sebentar.
"Oom begini.." kata Ami lalu dia menceritakan kalau pacarnya mau ulang tahun besok dan Ami mau mentraktir makan dan memberikan hadiah ultah pacarnya, karena dulu dia juga diberi hadiah sewaktu ultah, tetapi waktu kemarin minta ke ibunya bukannya diberi tetapi malah dimarahi. Setelah Ami menyelesaikan ceritanya lalu kutanya,
"Amii.., Ami butuh uang berapa..?" Ami tidak segera menjawab, tapi kemudian katanya, "Yaa terserah om saja seratus ribuu juga boleh Om", katanya sambil meremas tanganku yang dari tadi dipegangnya. Tidak kusangka aku bisa diperas oleh anak kecil, tapi yaa.. apa boleh buat daripada rahasia terbongkar, kataku dalam hati sambil terus kucabut dompetku dari kantong belakang dan mengeluarkan uang sebesar 250 ribu dan kusodorkan ke tangan Ami sambil kukatakan, "Nih Am, om kasih dua ratus lima puluh ribu buat Ami tapi sekali lagi janji lho yaa?" Ami menyambut uang yang kusodorkan sambil memelototkan matanya seperti tidak percaya serta berseru "Betuul niih Om?" dan aku menjawabnya dengan senyuman saja dan tiba-tiba Ami berdiri, memelukku sehingga kedua payudaranya yang kurasa lebih kecil dari payudaranya Asih kakaknya menempel di dadaku serta terus mencium pipiku sambil berseru "Maa kasiih yaa om, Ami janjii deeh", dan langsung mau lari kabur karena kesenangan. Tetapi langkahnya tertahan ketika tangannya kupegang dan segera kukatakan, "Amii tunggu dulu doong kita ngobrol dulu mumpung tidak ada orang." "Ngobrol apaan sih om", tanya Ami sambil duduk kembali di kursinya.
"Ami, om mau tanya yaa, tadi malam Ami melihatnya sampai lama sekali kenapa sih? pasti Ami pernah melakukannya juga yaa dengan pacar Ami?"
"aahh om siih mancing-mancing", jawab Ami sambil tertawa cekikikan.
"Benarkan Am? Buat apa sih om mancing-mancing, lihat dari jalannya Ami saja, Om sudah yakin kok kalau Ami sudah pernah", kataku sedikit serius agar Ami mempercayai omongan bohongku, padahal dari mana tahunya, kataku dalam hati. Ami sepertinya sudah termakan dengan omonganku, lalu sambil menggeser kursinya mendekati kursi yang kududuki Ami segera bertanya,
"Bee..tul yaa om? Jadi kira-kira ibu apa juga tahu om?"
"Aduuh mati.. saya Om, kalau ibu sampai tahu?" kata Ami sedikit sedih dan ketakutan. Karena aku sudah bisa menguasai Ami, lalu kuteruskan saja gombalanku.
"Amii, coba deh ceritain ke om dan om juga yakin kalau ibu tidak akan tahu, karena sesama wanita biasanya tidak bisa melihat gelagat-gelagatnya", kataku dan kelihatannya Ami percaya betul dengan gombalanku.
Setelah diam sebentar dan mungkin Ami sedang berpikir dari mana mau memulai ceritanya, lalu setelah menarik nafas panjang kudengar Ami mulai bercerita, "Begini om.." untuk menyingkat cerita, jadi pada prinsipnya Ami sudah dua kali melakukan dengan pacarnya yang duduk di kelas 2. Pertama, dilakukan di rumah pacarnya, tapi baru saja menyenggol barang Ami, eh.. sudah muncrat dan yang kedua katanya kira-kira dua minggu yang lalu dan kembali dilakukan di rumah pacarnya, barang Ami terasa sakit sewaktu pacarnya mulai menusukkan barangnya, tapi ketika Ami baru memegang barang pacarnya, eh.. tiba-tiba barang pacarnya mengeluarkan cairan putih dan langsung letoi, kata Ami sambil terus ketawa cekikikan.
"Oom.., apa sih enaknya gituan?" tanyanya.
"Ami kok tidak pernah merasakan apa-apa, tapi yang tadi malam sepertinya Mbak Asih kok terus-terusan merintih keenakan dan om juga begitu", katanya lagi.
"Memangnya nikmat yaa om?" Gila juga anak-anak sekarang ini, pikirku, sudah berani berbuat sejauh itu padahal Ami baru kelas 1 SLA.
"Yaa nikmat doong Mii", kataku sambil kuusap-usap salah satu pipinya yang terasa sangat mulus dengan punggung tanganku dan kelihatannya Ami diam saja dan menikmati usapan itu.
"Pacar Ami saja yang payah yang tidak bisa membuat Ami nikmat memangnya Ami kepingin yaa", sambungku.
"Iiihh om genit aah", jawab Ami sambil menepuk pahaku agak keras lalu terdiam sesaat seperti sedang berpikir.
"Oom.." kata Ami sambil terus berdiri dari kursi,
"Ami mau pergi dulu yaa mau cari-cari hadiah."
"Oh iyaa.. om yang tadi terima kasih yaa", katanya lagi sambil terus beranjak meninggalkanku, tapi baru beranjak selangkah Ami segera berbalik melihatku sambil berkata,
"Oom, nanti malam tolong ajarin Ami pelajaran kimia yaa?" Karena takut Asih curiga lalu kujawab saja permintaan Ami,
"Ami, ada apa kok kelihatannya serius benar sih?"
"Ami mau cerita ke Ibu dan Mbak Sri, soal om tadi malam dengan Mbak Asih", sahut Ami dengan ketusnya.
"Lho, lho tenaang sedikit dong Aam, Om kok tidak mengerti maksud Ami", jawabku dengan sedikit gemetar.
"aah om ini pura-pura tidak mengerti, padahal Ami melihatnya cukup lama apa yang om lakukan dengan Mbak Asih di kamarnya."
Aku jadi benar-benar kaget mendengar kata-kata Ami, yang rupanya cukup lama melihat apa yang kukerjakan dengan Asih, tapi aku masih berusaha tetap tenang dan berpikir, "Masak sih kalah dengan anak kemarin sore?"
"Ami..", kataku lirih tapi tetap kubuat agar setenang mungkin,
"Jadi Ami lama melihatnya? Kok Ami sampai tahu sih", tanyaku lagi. Dengan tetap menunjukkan wajahnya yang serius segera Ami menceritakan bahwa tadi malam, sewaktu selesai pipis di kamar mandi dan mau kembali ke kamarnya, samar-samar seperti mendengar orang sedang merintih. Karena berpikiran pasti ada yang lagi sakit, lalu Ami mencari dari mana datangnya suara rintihan itu dan ternyata datangnya dari kamar mbaknya. Tetapi karena rintihannya terdengar bukan seperti rintihan orang sakit, Ami membatalkan niatnya untuk masuk kamar mbaknya, tetapi hanya mengintip lewat korden yang menutupi pintu kamarnya Asih yang setengah terbuka dan diperhatikannya agak lama. Ami segera meninggalkan kamar mbaknya dan lalu pergi tidur karena Ami menyangka kalau aku melihatnya sewaktu wajahku menatap ke arah pintu kamar Asih.
"Oooh, Ami melihatnya cukup lama yaa? jadi tahu doong semuanya", kataku seperti bertanya tapi tidak mendapat jawaban dari Ami yang tetap membisu.
"Amii", kataku tetap lirih sambil kupegang tangannya,
"Toloong doong Am, jangan cerita ke orang lain apalagi ke Ibu dan Mbak Sri, om janji tidak ngulangi lagi deeh dan om mau deh bantu Ami apa saja, asaal Ami tidak cerita-cerita", kataku lanjut. Ami tidak segera menjawab kata-kataku dan juga tidak berusaha melepas tangannya yang kupegang, tapi tiba-tiba Ami menarik tangannya dari peganganku dan balik memegang tanganku sambil mengguncangnya serta berkata,
"Jadii om mau bantu Ami?" Mendengar kata-kata Ami terakhir ini, dadaku terasa agak plong.
"Amii, seperti kata om tadi, om akan bantu Ami apa saja asaal Ami janji tidak cerita-cerita", jawabku dengan sedikit penuh kekhawatiran.
"Jadii apa yang bisa Om bantu buat Ami?" tanyaku melanjutkan.
"Amii janji deeh om, cuma Ami saja yang tahu", kata Ami lalu diam sebentar.
"Oom begini.." kata Ami lalu dia menceritakan kalau pacarnya mau ulang tahun besok dan Ami mau mentraktir makan dan memberikan hadiah ultah pacarnya, karena dulu dia juga diberi hadiah sewaktu ultah, tetapi waktu kemarin minta ke ibunya bukannya diberi tetapi malah dimarahi. Setelah Ami menyelesaikan ceritanya lalu kutanya,
"Amii.., Ami butuh uang berapa..?" Ami tidak segera menjawab, tapi kemudian katanya, "Yaa terserah om saja seratus ribuu juga boleh Om", katanya sambil meremas tanganku yang dari tadi dipegangnya. Tidak kusangka aku bisa diperas oleh anak kecil, tapi yaa.. apa boleh buat daripada rahasia terbongkar, kataku dalam hati sambil terus kucabut dompetku dari kantong belakang dan mengeluarkan uang sebesar 250 ribu dan kusodorkan ke tangan Ami sambil kukatakan, "Nih Am, om kasih dua ratus lima puluh ribu buat Ami tapi sekali lagi janji lho yaa?" Ami menyambut uang yang kusodorkan sambil memelototkan matanya seperti tidak percaya serta berseru "Betuul niih Om?" dan aku menjawabnya dengan senyuman saja dan tiba-tiba Ami berdiri, memelukku sehingga kedua payudaranya yang kurasa lebih kecil dari payudaranya Asih kakaknya menempel di dadaku serta terus mencium pipiku sambil berseru "Maa kasiih yaa om, Ami janjii deeh", dan langsung mau lari kabur karena kesenangan. Tetapi langkahnya tertahan ketika tangannya kupegang dan segera kukatakan, "Amii tunggu dulu doong kita ngobrol dulu mumpung tidak ada orang." "Ngobrol apaan sih om", tanya Ami sambil duduk kembali di kursinya.
"Ami, om mau tanya yaa, tadi malam Ami melihatnya sampai lama sekali kenapa sih? pasti Ami pernah melakukannya juga yaa dengan pacar Ami?"
"aahh om siih mancing-mancing", jawab Ami sambil tertawa cekikikan.
"Benarkan Am? Buat apa sih om mancing-mancing, lihat dari jalannya Ami saja, Om sudah yakin kok kalau Ami sudah pernah", kataku sedikit serius agar Ami mempercayai omongan bohongku, padahal dari mana tahunya, kataku dalam hati. Ami sepertinya sudah termakan dengan omonganku, lalu sambil menggeser kursinya mendekati kursi yang kududuki Ami segera bertanya,
"Bee..tul yaa om? Jadi kira-kira ibu apa juga tahu om?"
"Aduuh mati.. saya Om, kalau ibu sampai tahu?" kata Ami sedikit sedih dan ketakutan. Karena aku sudah bisa menguasai Ami, lalu kuteruskan saja gombalanku.
"Amii, coba deh ceritain ke om dan om juga yakin kalau ibu tidak akan tahu, karena sesama wanita biasanya tidak bisa melihat gelagat-gelagatnya", kataku dan kelihatannya Ami percaya betul dengan gombalanku.
Setelah diam sebentar dan mungkin Ami sedang berpikir dari mana mau memulai ceritanya, lalu setelah menarik nafas panjang kudengar Ami mulai bercerita, "Begini om.." untuk menyingkat cerita, jadi pada prinsipnya Ami sudah dua kali melakukan dengan pacarnya yang duduk di kelas 2. Pertama, dilakukan di rumah pacarnya, tapi baru saja menyenggol barang Ami, eh.. sudah muncrat dan yang kedua katanya kira-kira dua minggu yang lalu dan kembali dilakukan di rumah pacarnya, barang Ami terasa sakit sewaktu pacarnya mulai menusukkan barangnya, tapi ketika Ami baru memegang barang pacarnya, eh.. tiba-tiba barang pacarnya mengeluarkan cairan putih dan langsung letoi, kata Ami sambil terus ketawa cekikikan.
"Oom.., apa sih enaknya gituan?" tanyanya.
"Ami kok tidak pernah merasakan apa-apa, tapi yang tadi malam sepertinya Mbak Asih kok terus-terusan merintih keenakan dan om juga begitu", katanya lagi.
"Memangnya nikmat yaa om?" Gila juga anak-anak sekarang ini, pikirku, sudah berani berbuat sejauh itu padahal Ami baru kelas 1 SLA.
"Yaa nikmat doong Mii", kataku sambil kuusap-usap salah satu pipinya yang terasa sangat mulus dengan punggung tanganku dan kelihatannya Ami diam saja dan menikmati usapan itu.
"Pacar Ami saja yang payah yang tidak bisa membuat Ami nikmat memangnya Ami kepingin yaa", sambungku.
"Iiihh om genit aah", jawab Ami sambil menepuk pahaku agak keras lalu terdiam sesaat seperti sedang berpikir.
"Oom.." kata Ami sambil terus berdiri dari kursi,
"Ami mau pergi dulu yaa mau cari-cari hadiah."
"Oh iyaa.. om yang tadi terima kasih yaa", katanya lagi sambil terus beranjak meninggalkanku, tapi baru beranjak selangkah Ami segera berbalik melihatku sambil berkata,
"Oom, nanti malam tolong ajarin Ami pelajaran kimia yaa?" Karena takut Asih curiga lalu kujawab saja permintaan Ami,
0 Komentar