Bu Ningsih part 1
Kami bertetangga dengan sebuah keluarga PNS yang baru pindah dari Jogya. Ayahku adalah pegawai negeri sipil biasa dan Pak Achmad adalah juga PNS tetapi punya kedudukan yang lebih tinggi. Kalau gak salah Pak Achmad berasal dari kota Klaten sedangkan Bu Achmad berasal dari Jogya. Pak Achmad ini orangnya gemuk pendek dan berkulit agak hitam namun berwajah lumayan, kontras sekali dengan Bu Achmad atau yang sering kali dipanggil dengan sebutan Ibu Ning atau Ibu Ningsih.
Ibu Ning ini b4d-4nnya agak langsing seimbang dengan postur b4d-4nnya yang tinggi berisi. Ibu Ning ini lumayan cantik lebih tepatnya Ayu karena penampilannya setiap hari sangatlah “indah dipandang mata” dan aku paling suka berlama-lama mencuri-curi pandang mengamati Ibu Ning setiap kali lewat depan rumahku. b4d-4nnya seksi abis cing, rambutnya hitam panjang sebahu dengan kulit b4d-4n yang kuning langsat dengan sepasang p4-yd4-r4nya yang montok. Ibu Ning hanyalah ibu rumah tangga biasa yang selalu aktif dalam kegiatan Dharma Wanita di kantor Pemda dan Kabupaten.
Aku sendiri satu umur dengan anak gadisnya yang nomor empat namun kami berlainan sekolah. Dengan demikian kami tumbuh bersama menjelang masa remaja, namun baru setelah tamat SMP aku dan Dewi satu sekolah di SMA. Aku suka main dirumahnya Dewi untuk meminjam buku atau apa sajalah, yang penting aku bisa bertemu dan ngobrol dengan Ibu Ning yang seksi dan ayu.
Namun sejak aku di bangku kelas tiga SMP aku mulai tertarik kalau melihat Ibu Ning ini. Orangnya tinggi langsing, wajahnya sebenarnya cukup cantik, hidungnya mancung dan bibir bibir yang sexy. Betis betis kakinya yang besar dan panjang itu juga berbentuk indah. Tetapi selama hidupku aku tak pernah melihat Ibu Ning ini tampil berlebihan. Pergi ke Pemda dan Kabupaten aja Ibu Ning hanya berdandan biasa saja tanpa make up yang berlebihan.Namun tetap saja kelihatan ayu dan seksi karena memang dari asalnya juga sudah ayu.
Setiap hari Ibu Ning ini bila tidak ada kegiatan Dharma Wanita di Pemda ya sibuk didapur memasak. Ibu Ning senang sekali bila aku menemaninya memasak didapur dan kami mengobrol soal apa saja, namun aku tidak bisa terlalu sering menemaninya karena aku sekolah. Aku bisa menemaninya memasak didapur bila aku libur atau membolos sekolah. Dan bicara soal membolos sekolah, aku selalu kompak dengan Dewi yang notabenne adalah anak Ibu Ning. Setiap kali membolos sekolah aku selalu sembunyi di rumahnya Dewi dan bila Ibu Ning bertanya kenapa aku pulang cepat maka aku selalu punya alasan yang tepat dan masuk akal agar tidak dicurigai.
Ibu Ning ini adalah seorang wanita yang polos dan baik hati karena setiap kali aku mampir saat membolos sekolah, maka aku tak pernah kelaparan karena selalu saja tersedia makanan dan minuman yang membuatku betah berlama-lama ngobrol dengan Ibu Ning. Namun demikian yang membuat mataku suka jelalatan adalah sikap Ibu Ning ini kalau duduk suka sembarangan dan inilah yang membuat aku jadi bern4+fsu padanya. Suatu hari aku meIihat Ibu Ning memakai baju daster yang bertali simpul dibahunya, sehingga bahunya agak terbuka dan akibatnya tali bra nya yang warna hitam itu kelihatan bahkan karena kain daster yang tipis itu maka p4-yd4-r4nya yang putih montok dan besar itu tercetak makin jelas dan terlihat nyata.
Aku tak tahan melihat semua ini jantungku pun berdetak tak karuan, sementara itu Ibu Ningpun cuek saja sebab sibuk dengan pekerjaannya. Kebetulan saat itu tak ada siapa siapa didapur selain aku dan Ibu Ning ini. Beberapa butir air keringat mengalir di wajahnya yang ayu itu. Lehernya yang kuning jenjang nampak mengkilat oleh keringatnya. Pemandangan ini yang membangkitkan n4+fsu b174hiku.Aku terus asyiik memandangi Ibu Ning asyiik menyiapkan bumbu-bumbu untuk memasak, namun mataku terus mencuri-curi pandang ke arah lekukan p4-yd4-r4nya yang putih montok dan besar itu nampak bergoyang-goyang seirama gerakan tangan dan b4d-4nnya.
Tiba tiba telefon berbunyi dan Ibu Ning menyuruhku untuk angkat telefon. Ternyata telefon dari Pak Achmad suaminya yang sengaja menelpon dari kantornya, mau bicara dengan sang istri. Lalu dengan langkah gemulai Ibu Ning datang mendekatiku dan mengambil alih gagang telefon itu sambil berdiri disampingku dekat sekali hingga p4-yd4-r4nya yang sedikit terbuka itu bisa aku lihat begitu jelasnya. Kulit b4d-4nnya masih mulus putih padahal usianya sudah empat puluh tahun.
Aku tak dapat menahan gelora dalam hatiku lagi. Saat Ibu Ning berbicara dengan suaminya ditelefon maka tanganku segera beraksi mengusap pelan bagian p4-yd4-r4nya yang nampak itu dan kuremas remas pelan. Aku merasa 3n4k sekali bisa menyentuh kulit yang putih itu. Ibu Ning hanya menatapku tapi tak bereaksi apa apa dan kembali melanjutkan pembicaraan ditelepon dengan Pak Achmad suaminya.
Selesai menutup telepon Ibu Ning kembali melanjutkan menguleg bumbu dan mempersiapkan sayuran untuk ditumis. Sambil menghapus keringat yang mengalir di keningnya dengan tangan kanannya, Bu Ning menghela napas “heehhhh……. Uuhhhh….. “
“Kenapa Bu….?” Tanyaku memastikan
“Panassss…… Donnn….” Kata Ibu Ning sambil memandangku……….
Aku kembali mendekati Ibu Ning dan tanganku kembali menyusup masuk baju dasternya lewat celah lengan yang terbuka itu terus memegang p4-yd4-r4 yang putih montok dan besar itu dan meremas dengan gemas.
Ibu Ning kaget dengan sikapku yang berani itu.
"Doni kenapa kamu itu…?"……….”Kenapa kamu meremas p4-yd4-r4 ibu..?” Ibu Ning bertanya dengan menahan marah karena sikapku yang kurangajar padanya.
"Maaaafff….Ibu Ning…..!” ….. aku hanya terdiam menunduk……. Tak berani melanjutkan kata-kataku…
“Ada apa Doniiii….!!!!.” …. Tanya Ibu Ning dengan nada keras yang membuatku makin terdiam membisu karena ketakutan…
“Doniiiii……..kenapa kamu seperti itu…jawab pertanyaan Ibu, bukannya malah diam membisu seperti itu….” Kata Ibu Ning.
Mungkin karena melihatku makin ketakutan, Ibu Ning timbul juga rasa kasihan dalam dirinya sebagai seorang wanita dan juga seorang ibu. Maka untuk mencairkan suasana yang kaku, Ibu Ning mendekatiku dan meremas tanganku.
“Doniii…. Kamu sadar gak kalau perbuatan kamu itu salah….?” Kata Ibu Ning lembut sambil membelai kepalaku. “Kamu belum saatnya melakukan hal seperti itu ya…ingat kamu masih sekolah kelas tiga SMA” ……..”Dan sebaiknya kamu konsentrasi dulu pada pelajaran disekolah ya”…. Ibu Ning menasehatiku.
Aku terdiam membisu dan memandang wajahnya yang ayu dengan mata berkaca-kaca……. Bibirku bergetar menahan kata-kata……
“Ada apa Donii……???” …..tanya Ibu Ning lembut sambil kembali membelai rambutku. “Katakan saja Ibu gak akan marah koq….. asal kamu mau jujur…” kata Ibu Ning menenteramkan hatiku.
Dan dengan segenap keberanianku….akhirnya kata-kata itu terucap juga dari mulutku. “Maaf Bu Ning…… saya…. Sayaaa jatuh cinta pada Ibu Ning….. “ kataku lirih sambil menunduk karena takut akan apa yang mungkin akan terjadi, bisa saja Bu Ning marah dan menampar wajahku atau malah mengusirku dari dalam rumahnya.
Tiba-tiba Ibu Ning memelukku dengan erat kemudian kedua tangannya mengangkat wajahku dan wajahnya yang ayu menatapku dengan lembut sambil tersenyum. Wajah Bu Ning hanya berjarak 5 centi dariku sehingga hembusan nafasnya yang harum dan hangat menerpa pipiku. “Doniii….. Doniiii….. sejak kapan kamu jatuh cinta pada Ibu…?” Tanya Ibu Ning lembut.
“Sejak pertama kali melihat Ibu Ning pindah kemari….” Kataku polos.
“Apa yang membuat Doni jatuh cinta pada Ibu..?” Tanya Ibu Ning sambil tersenyum manis sekali…. Melihat Ibu Ning tak lagi marah maka aku makin berani untuk membuka perasaan yang ada pada diriku. “Sungguhh… Ibu Ning tak akan marah klo aku jujur mengatakannya….?” Aku memandang wajah Ibu Ning yang ayu dengan penuh harap…..
“Ayooo katakan saja Donii….Ibu malah……. Senang koq….” Ibu Ning makin menggodaku
“Ibu Ning sangat seksi dan menggg….menggairahkan……” Aku hanya diam memandang ekpresi wajah Ibu Ning setelah mendengar pengakuanku……..
“Doniii….. Donii….. jadi perasaan itukah yang membuat kamu berani berbuat kurang ajar pada Ibu…??” Tanya Ibu Ning lembut sambil mengusap-usap pipiku.Aku tersenyum bahagia sekali karena sikap dan kelembutan Ibu Ning yang mau mengerti akan perasaan dan gelora dalam hatiku. Karena aku melihat ternyata dia gak marah, seketika timbul keberanianku untuk melakukan hal yang lebih jauh dari sekedar mengaguminya.
Aku pegang kedua tangan Ibu Ning dan dengan segera aku memeluk b4d-4nnya erat-erat, kutempelkan bibirku ketelinga kirinya dan dengan lirih kubisikan kata-kata cinta.
“Ehhemmm……………… Ibu Ning, Doni sayang banget pada Ibu Ning….
#fbpro #novel #novelromantis #novelremaja #noveldewasa #ceritambalidya #ceritadewasa
0 Komentar