Ticker

6/recent/ticker-posts

Ad Code

Responsive Advertisement

Gejolak asmara part 3



 

Hari ini aku akan diperkosa ramai ramai oleh mereka, dan mereka akan mengeluarkan sperma mereka di dalam rahimku sepuasnya tanpa kuatir menghamiliku. Lebih tepatnya, tanpa aku kuatir harus hamil oleh mereka.

 

Membayangkan semua itu, entah kenapa tiba tiba aku terangsang hebat, dan gairahku naik tak terkendali. Aku tanpa sadar menanti dan berharap mereka akan memberikanku kenikmatan lagi seperti yang tadi baru melandaku.

 

Mereka semua mulai melepas semua pakaian mereka, dan ternyata penis penis mereka sudah ereksi dengan gagahnya, membuat jantungku berdegup semakin kencang melihat ukuran penis penis itu yang begitu besar. Dan penis penis itu, akan bergantian mengisi dan menyiksa liang vaginaku.

 

Girno mengambil posisi di tengah selangkanganku, sementara yang lain melepaskan ikatan pada kedua pergelangan tangan dan kakiku. Girno menarik lepas celana dalamku. Kini aku sudah telanjang bulat dan tubuhku yang putih mulus terpampang di depan mereka yang terlihat semakin bernafsu.

 

“Indah sekali non Eliza, memeknya non. Rambutnya jarang, halus, tapi indah sekali”, puji Girno.

 

Aku sama sekali tidak tersanjung oleh pujian cabul Girno ini. Entah apa indahnya bibir vaginaku baginya, yang pasti liang vaginaku akan segera disiksa olehnya. Semakin jelas aku melihat penis Girno, dengan diameter sekitar lima senti dan panjang yang sekitar enam belas senti.

 

“Pak, pelan pelan pak ya…” aku mencoba mengingatkan Girno.

 

Ia yang hanya menganguk sambil tersenyum memandangi diriku, membuatku merasa jengah dan memalingkan mukaku, tak ingin memandang orang yang akan merenggut keperawananku ini. Girno menggesek gesekkannya kepala penisnya yang sudah menempel pada bibir vaginaku, membuatku semakin terangsang.

 

Aku menyadari bahwa mereka sudah tidak lagi memegangi pergelangan tangan dan kakiku yang sudah tidak terikat. Mungkin karena mereka sudah yakin, aku yang telah mereka taklukkan ini tak akan melawan atau mencoba melarikan diri, dan memang aku tak berani melakukan hal itu.

 

-x-

 

III. Terenggutnya Keperawananku

Kini mereka sudah mengerubutiku kembali, seperti segerombolan serigala memperebutkan seekor kelinci putih yang manis. Kedua payudaraku kembali diremas remas oleh Hadi dan Yoyok, sementara Urip dan Soleh bergantian melumat bibirku.

 

Rangsangan demi rangsangan yang kuterima ini, membuat aku harus menyerah diantar mereka menuju orgasmeku untuk yang ke dua kalinya. Kembali tubuhku berkelojotan dan kakiku melejang lejang, bahkan kali ini aku meraskan cairan cintaku sepertinya menyembur keluar.

 

“Eh… non Eliza ini… belum apa apa sudah keluar dua kali, pake muncrat lagi. Sabar non, kenikmatan yang sesungguhnya akan segera non rasakan. Tapi ada bagusnya juga lho, memek non pasti jadi lebih licin, nanti pasti lebih gampang ditembus ya”, ejek Girno sambil mulai melesakkan penisnya ke liang vaginaku.

 

“Aduh… sakit pak” erangku.

 

“Tenang non, nanti juga enak”, kata Girno.

 

Kemudian ia menarik penisnya sedikit, dan melesakkannya sedikit lebih dalam dari yang tadi. Rasa pedih yang amat sangat melanda vaginaku, yang meskipun sudah begitu licin, tapi tetap saja karena penis itu terlalu besar, Girno kesulitan untuk menancapkan penisnya ke dalam liang vaginaku.

 

Namun dengan penuh kesabaran, Girno terus memompa masuk penisnya dengan lembut hingga tak terlalu menyakitiku. 

 

Lambat laun, ternyata memang rasa sakit di vaginaku mulai bercampur rasa nikmat yang luar biasa. Dan Girno terus melakukannya, menarik sedikit, dan menusukkan lebih dalam lagi, sementara yang lain terus melanjutkan aktivitasnya sambil menikmati tontonan proses penetrasi penis Girno ke dalam liang vaginaku.

 

Hadi dan Yoyok mulai menyusu pada kedua puting payudaraku yang kurasakan sudah mengeras, mungkin karena tubuhku terus menerus dirangsang oleh mereka semua sejak tadi.

 

Tak lama kemudian, aku merasakan selangkanganku sakit sekali dan menghapus semua nikmat yang sempat kuterima tadi. Entahlah, mungkin akhirnya selaput daraku robek.

 

“Ooh… aauugggh… hngggkk… aaaaagh…”, aku menjerit kesakitan, seluruh tubuhku mengejang, dan air mataku kembali mengalir tanpa bisa kutahan. Keringatku juga mengucur deras.

 

Aku ingin meronta, tapi rasa sesak dan sakit di liang vaginaku membatalkan niatku. Aku hanya bisa mengerang, dan gairahku pun padam dihempas rasa sakit yang nyaris tak tertahankan ini.

 

“Aduh… sakit pak Girno… ampun”, aku mengerang dan memohon pada pak Girno.

 

Namun Girno hanya tertawa tawa, mungkin karena ia puas telah berhasil memperawaniku, dan yang lain malah bersorak menyemangati kebiadaban Girno ini.

 

Aku menggeleng gelengkan kepalaku ke kanan dan ke kiri menahan sakit, sementara bagian bawah tubuhku mengejang hebat, tapi aku tak berani terlalu banyak bergerak, dan berusaha menahan lejangan tubuhku supaya liang vaginaku yang penuh sesak itu tak semakin didera oleh rasa sakit.

 

Sempat terlintas dalam pikiranku, kini aku sudah bukan seorang gadis suci lagi.

 

Lumatan penuh nafsu pada bibirku oleh Urip menahan gerakan kepalaku, dan ditambah belaian pada rambutku serta dua orang lelaki yang menyusu seperti anak kecil pada kedua payudaraku ini membuatku melupakan itu semua, dan gairahku yang sempat dipadamkan oleh rasa sakit tadi kembali menyala.

 

Tanpa sadar, dalam kepasrahan aku mulai membalas lumatan pada bibirku. Girno terus memperdalam tusukannya penisnya yang sudah menancap setengahnya pada liang vaginaku.

 

Dan Girno memang pandai memainkan vaginaku, kini rasa sakit itu sudah tak begitu kurasakan lagi, yang lebih kurasakan adalah rasa ngilu yang amat nikmat yang melanda selangkanganku.

 

Walaupun baru menancap setengahnya, batang penis Girno itu membuat liang vaginaku terasa begitu sesaknya, dan urat urat pada batang penis itu berdenyut denyut, menambah sensasi yang kurasakan.

 

“Oh sempitnya non. Enaknya… ah…”, Girno mulai meracau sambil terus memompa penisnya sampai akhirnya amblas sepenuhnya.

 

Penis itu terasa seperti sedang menyodok bagian terdalam dari vaginaku, mungkin itu rahimku. Aku hanya bisa mengerang tanpa berani menggeliat, walaupun aku merasakan sakit yang bercampur nikmat..

Posting Komentar

0 Komentar