Ticker

6/recent/ticker-posts

Ad Code

Responsive Advertisement

Ranjang yang ternoda #5




Dina cukup terkejut dengan pertanyaan sopan ini. Pak Pramono bukan orang yang suka berbasa-basi dan wajahnya cenderung menyeramkan. Satu-satunya pertemuan empat mata antara Dina dan Pak Pramono berlangsung di sebuah pesta perusahaan. Saat itu Pak Pramono bahkan tidak tersenyum pada siapapun. Sebaliknya Bu Pramono adalah seorang istri yang sangat ramah. Dina memutuskan untuk tidak memasang wajah kaku dan berlaku santai. Dia duduk dengan tenang.

“Baik, terima kasih. Bagaimana kabar anda sendiri, dan Bu Pramono, sehat-sehat saja kan?” Dina menjawab ramah.

“Baik. Baik. Ibu juga baik baik saja. Semua sehat.”

Dina melihat wajah Pak Pramono mengeras, sehingga perasaan tegang kembali menyelimutinya. “Pasti Bu Anton bertanya-tanya kenapa saya ingin menemui ibu?”

“Betul Pak, saya cukup terkejut dengan telpon dari anda… apalagi saat ini Mas Anton sedang keluar kota dan…”

“Akan lebih baik kalau dia tidak ada di sini. Saya ingin berbincang-bincang soal serius pada Bu Anton perihal bapak.”

“Tentang suami saya? Apa ada masalah di tempat kerja?

“Pertama, apakah ibu tahu soal kebiasaan Pak Anton berjudi?”

Dina terkejut dan hampir pingsan, tapi setelah beberapa saat berdiam, dia mencoba menguasai dirinya sendiri dan menjawab. “Mas Anton tidak pernah berjudi, tidak tepat kalau disebut ‘kebiasaan’, Pak Pramono.”

Pak Pramono membuka tas kerjanya dan mengambil secarik amplop manila. Dia membukanya dan mengeluarkan beberapa carik kertas dari dalamnya. Memisahkan sebagian dan mengambil beberapa lagi. Dia lalu menunjukkannya kepada Dina. Kertas-kertas itu adalah foto. Dina duduk terdiam. Dia hampir pingsan.

“Ini buktinya,” kata Pak Pramono tenang.

Dalam foto-foto itu tergambar kegiatan Anton saat dia sedang di meja judi. Entah itu saat bermain kartu atau berbagai jenis kegiatan judi lain. Ada foto-foto saat Anton sedang memasang nomor taruhan, ada foto saat Anton merobek nomernya yang kalah dengan kesal dan ada foto Anton saat dia sedang minum bir bersama beberapa bandar.

“Darimana anda mendapatkan foto-foto ini?” tanya Dina kebingungan.

“Itu tidak penting. Jadi patut diketahui oleh ibu, kalau kami selalu melakukan penyelidikan mendetail pada seluruh karyawan, termasuk Pak Anton. Dalam kasus ini, kami memang mencurigai beliau.”

“Mencurigai! Kenapa?”

“Saya baru hendak menyampaikan alasannya. Auditor kami menemukan catatan sejumlah besar dana yang telah diselewengkan oleh seorang karyawan. Hal itu membuat kami harus memulai langkah penyelidikan. Setelah langkah-langkah diambil, semua bukti yang ada mengarah pada Pak Anton, suami ibu. Kami menghubungi pihak yang berwajib dan mereka mengirim beberapa intel untuk, mm, mematai-matainya.”

“Ini pasti kesalahan besar. Anton tidak mungkin mencuri. Dia tidak pernah berjudi!” Dina mulai gusar, matanya mulai basah.

“Tentunya, seperti yang terbukti dari foto-foto ini, suami ibu jelas-jelas berjudi.” Pak Pramono mengeluarkan beberapa foto lagi dari amplop manilanya. “Bahkan kami punya bukti kalau Pak Anton juga telah melakukan korupsi dan menggelapkan uang perusahaan untuk kegemarannya itu.”

Dina yang shock duduk dengan mulut terbuka lebar karena terheran-heran. Ruang tamunya seakan berputar dan perlahan menjadi gelap. Dina pingsan.

###

“Alya.”
“Iya Mas?”
“Dasiku yang biru kamu simpan dimana? Aku kok tidak bisa menemukannya dimana-mana?”
“Ada kok, di dalam lemari.”

Hendra selalu berharap Alya akan menyiapkan segala kebutuhannya sebelum berangkat ke kantor. Ketika mereka menikah beberapa tahun yang lalu, Alya sanggup melayani Hendra. Tapi kini, sebagai seorang wanita yang juga bekerja dengan seorang anak yang masih kecil, kesibukan pagi Alya sangatlah padat. Bangun pagi, menyiapkan makan, membangunkan Opi, menghidangkan sarapan… terus berlanjut sampai Hendra berangkat kerja, Opi diasuh Bu Bejo dan Alya sendiri berangkat bekerja....

Posting Komentar

0 Komentar