Pak Reman masih mendiamkan Fika yang masih sesenggukan. Dia juga masih mendiamkan penisnya yang masih saja keras didalam vagina Fika, sambil menikmati kedutan-kedutan dari vagina wanita itu yang belum juga selesai. Setelah cukup lama dan merasa Fika sudah mulai tenang, Pak Reman kembali menggerakan penisnya maju mundur. Kali ini Fika sudah benar-benar pasrah. Dia menurut saja apa yang diminta oleh Pak Reman.
Bahkan ketika diminta diposisi atas, dia menurut bahkan menggoyangkan badannya sendiri mengikuti instingnya. Dia merasa sudah tak ada lagi yang perlu dipertahankan. Tubuh indahnya yang selalu tertutup kini sudah dilihat semua oleh Pak Reman. Tubuhnya yang tak pernah tersentuh pria selain suaminya kini sudah bebas dijamahi oleh Pak Reman. Bahkan vaginanya yang selama ini hanya menerima benih dari suaminya kini sudah dibanjiri oleh sperma dari Pak Reman.
Fika melepaskan hasratnya sendiri. Tapi dia melakukan semua itu dengan memejamkan matanya. Dia membayangkan wajah suaminya, membayangkan dia sedang bercinta dengan suaminya. Entah sudah berapa kali dia orgasme, yang jelas sekarang dia sudah begitu letih sehingga pasrah saja berbaring waktu Pak Reman menggenjot kembali vaginanya. Diantara rasa marah dan bersalah kepada suaminya, Fika merasa kagum dengan keperkasaan yang dimiliki oleh Pak Reman. Belum pernah dia berccinta selama ini dengan suaminya. Paling banyak cuma 2 ronde saja. Sedangkan dengan Pak Reman ini dia sudah tak tahu lagi.
Waktu sudah menunjukkan tengah malam. Fika sudah sangat lelah, tapi Pak Reman masih terus menggenjotnya. Dia kembali pasrah ketika diposisikan menungging. Tapi kemudian dia tersentak waktu merasakan jari Pak Reman meraba lubang belakangnya. Dia mengangkat kepalanya dan menengok ke Pak Reman yang ada dibelakangnya. Pak Reman hanya tersenyum saja melihatnya.
“Memek kamu udah, sekarang giliran bool kamu Fik”
“Nggak, jangan disitu pak, saya belum pernah”
“Udah nurut aja. Dulu Shinta juga nolak, sekarang nagih”
“Nggak mau. Saya bukan Shinta. jangan disitu pak, dimemek saya saja”
Pak Reman nampak tak peduli, bahkan sudah memposisikan penisnya dilubang pembuangan yang sangat sempit itu. Fika berusaha menghindar tapi lagi-lagi kuncian dari Pak Reman tak mampu membuatnya bergerak. Tapi terus dia mencoba meronta sambil memohon agar Pak Reman tak menyodominya. Pak Reman tetap saja tak peduli.
“Aaarrhhh sakiiiiiit paaakk”
“Bentar Fik, rileks aja biar nggak sakit”
“Nggak mauu, jangan disitu”
Pak Reman masih berusaha keras memasukan penisnya ke lubang perawan itu. Baru kepalanya saja yang masuk dan itu sudah membuat Fika berteriak kesakitan. Tak ingin teriakan itu sampai terdengar Pak Reman mengambil celana dalam Fika dan menyumpalkan ke mulutnya. Kembali dia berusaha memasukan penisnya ke lubang itu.
“Mmpppphhhhh”
Lenguh Fika panjang saat penis itu berhasil mengoyak dan masuk seluruhnya ke lubang anusnya yang selama ini tak pernah digunakan selain untuk membuang kotorannya. Fika merasakan sakit yang teramat sangat. Jauh lebih sakit ketika dulu vaginanya diperawani suaminya. Jauh lebih sakit waktu tadi Pak Reman berhasil menghajar vaginanya. Fika hanya bisa menangis waktu Pak Reman mulai menggenjot penisnya dilubang anusnya.
Kepala Fika bahkan terasa berkunang-kunang menahan sakit itu. Dia merasa ingin pingsan saja daripada harus merasakan sakit itu. Apalagi kini genjotan Pak Reman semakin kencang dia rasakan. Sudah begitu tangan Pak Reman tak bisa diam. Beberapa kali tangan nakalnya menampar-nampar pantat indah miliknya sampai berwarna kemerahan. Tangan satunya meremas bukit buah dada Fika dengan kasarnya.
Entah sudah berapa lama Pak Reman menggenjot anusnya, sama sekali tak ada yang dia rasakan selain rasa sakit. Perutnya terasa mual setiap kali penis Pak Reman masuk seluruhnya. Tapi untungnya tak lama kemudian Pak Reman mencabut penisnya dan kembali menghujamkan ke vaginanya. Genjotannya kasar sekali membuat tubuh Fika terlonjak-lonjak.
“Aaaaaahhhhhhh
0 Komentar