Sebagai istri aku hanya diam dan berusaha membantunya,mungkin karena rasa takut akan menyinggung perasaannya makanya aku berusaha sendiri.Dengan menghilangkan rasa malu dan norma norma sebagai wanita minang,aku tutupi semua rasa itu,aku berusaha membantunya dengan memegang kemaluannya dan menciumi bibir juga putting susunya.Tampaknya suamiku mulai bergairah.Ia aku lihat kembali bersemangat,dan kemaluannya kembali bereaksi.Kemudian aku rebah telentang sambil membuka kedua pahaku agar bisa dimasukinya dengan gampang.Ia berusaha kembali lalu dengan meretas jalan buat kemaluannya,namun alangkah kecewanya aku malam itu,dalam hati aku merasa tidak berarti.Suami yang aku cintai kembali tidak mampu melaksanakan kewajibannya sebagai seorang laki-laki sejati.Alangkah malangnya nasibku saat itu.Namun rasa kemanusiaanku kembali terusik,sungguh piciknya aku yang amat mencintai suamiku .Aku juga merasakan beban psikologis suamiku saat itu.Ia amat terpukul karena ketidak mampuannya malam itu,melaksanakan kewajiban sebagai suami yang baik.Dengan terbata bata suamiku meminta maaf padaku.Ia amat menyesal katanya.Lalu sebagai seorang istri aku amat memberinya support agar jangan berhenti mencoba atau kalau bisa diobati.Apalagi zaman sekarang sudah banyak obat atau klinik pengobatan yang melakukan penyembuhan kelainan sexual ini.Iapun mohon padaku agar jangan meninggalkannya karena masalah itu.Aku pun memberinya rasa percaya diri.Bisa saja kita coba cara lain agar bisa menyembuhkan gangguan fungsi kelelakiannya itu,Aku memberinya jaminan bahwa aku tidak akan meninggalkannya. Bagiku jika saja aku meninggalkannya berarti aku telah gagal menjadi seorang istri dan amat mencoreng muka keluarga didepan orang banyak.Apalagi bagi suamiku,ia akan malu,keluarga besarnya akan merasa dilecehkan.Dan demi menjaga perasaan suamiku,maka akupun tetap melaksanakan kewajibanku pada malam malam tertentu dengan suamiku.Aku selalu dibantunya untuk orgasme. Namun setiap kali ia mencoba untuk melakukan coitus ,ia selalu gagal.Hingga ini berlangsung beberapa bulan dan berbagai cara pengobatan baik yang medis dan alternative telah dilakukan namun hasilnya tetap nihil.Sampai saat itu aku masih perawan,meski aku telah mencoba memasukan kemaluan suamiku ke kemaluanku di saat bendanya itu tegak menantang.Saat itu memang masuk kepalanya saja,dan memuncratkan sperma,namun tetap saja tidak mampu merobek keperawanku.
Kehidupan rumahtangga kamipun tetap berlangsung seperti rumahtangga orang lain. Namun jauh dilubuk hatiku, juga suamiku, aku rasa hambar. Ia sering kali aku lihat termenung dan menyendiri. Dan sebagai istri yang baik aku terus menutupi kekurangannya itu,namun sampai kapan? Aku tudak mengetahuinya.Aku menutup rapat rahasia ini,agar jangan ada pihak yang tersakiti .Diluaran aku kami terlihat keluarga yang cukup bahagia dan sempurna,namun orang semua tidak punya hak untuk mengetahui apa yang ada dalam hati kami berdua.Selain itu aku akui,meski di dalam rumahtangga kami punya problem,namun di luaran,karier suamiku semakin menanjak.Dia di tunjuk sebagai pimpinan sebuah bidang di kantornya.Akupun merasakan hal yang sama. Usahaku semakin maju. Permintaan akan hasil perkebunan dan perdagangan yang aku pimpin semakin banyak.Hingga aku harus menambah beberapa orang karyawan dan membuka cabang didaerah. Akupun berusaha menjalankannya dengan baik. Nasehat orang tuaku agar mempekerjakan anak-anak muda yang punya potensi aku jalankan.Meski terkesan nepotisme,aku merekrut lulusan perguruan tinggi yang berasal dari daerah asal orang tuaku.Selain merasa iba jika mereka lulus namun tidak mendapat pekerjaan ,lagi pula itu adalah pesan ayahku yang aku turuti. Lagi pula tindakan ini akan berdampak pada pendapatan mereka hingga mampu mereka membantu ekonomi keluarganya di kampung yang aku lihat amat kesulitan terhimpit masalah ekonomi.
Meski usahaku maju dan berkembang demikian pesat,aku tidaklah melupakan kewajibanku sebagai istri.Begitu juga dengan bang Ardi.Ia amat memperhatikanku dengan amat mesra.Ia berharap agar dengan perkembangan usahaku itu dapat menghilangkan kegundahanku selama ini. Iapun cukup bijaksana memberiku beberapa kesempatan untuk berkembang. Terkadang aku merasa sedih jika aku pulang malam setelah meninjau cabang di daerah.Aku menemui suamiku telah tertidur dengan nyenyaknya,aku tidak mau membangunkannya.Mungkin saja dia terlalu capai dengan pekerjaannya seharian,yang terkadang meninjau proyek proyek yang harus segera di selesaikan.Aku menekan saja hasrat yang datang disaat tertentu. Pernah aku merasa terkejut dan sedih,saat ibuku menanyakan padaku apa aku sudah isi apa belum.Dengan cara bercanda aku jawab dengan seadanya sambil berlalu.Aku tidak ingin mereka mengetahui apa yang sebenarnya terjadi didalam kamar dan ranjang kami.Aku juga tidak menampik jika akhir-akhir ini ada salah seorang kolegaku yang berusaha mendekati aku padahal ia tahu aku telah menikah, namun ia tampaknya tidak peduli.Akhirnya aku memutuskan hubungan bisnis dengannya sebab aku tahu,ia akan mempergunakan cara cara kotor dalam bisnis sambil merayu aku untuk mau menuruti kemauannya.Aku tidak peduli,apakah ia akan memberikan perusahaanku fasilitas atau bukan,bagiku semuanya bulshit. Dia mengira aku gampang di pengaruhinya dengan iming-iming fasilitas.Akhirnya aku terbebas dari cara cara kotor bisnis itu.Akupun tetap melanjutkan hidupku.
Tidak lama setelah menikah dan tinggal di rumah orangtuaku. Suatu hari bang Ardi bilang padaku untuk pindah dari rumah orangtuaku ini. Sebab ia merasa tidak enak hati jika selalu tinggal bersama mertua katanya.Apalagi ia sudah menyiapkan sebuah rumah mungil dan terletak di pinggiran kota yang masih sejuk udaranya. Rumah itu baru saja ia beli dan aku nilai harganya cukup lumayan dan amat bagus bagi keluarga muda seperti aku.Aku amat bahagia mendengar kabar dari bang Ardi,sebab ia telah memikirkan masa depan keluarga yang kami bentuk ini.Meskipun awalnya kedua orangtuaku keberatan atas permintaan menantunya itu,akhirnya mereka memehaminya juga. Maka aku pun mulai tinggal di rumah baru kami.Sebagai nyonya muda,aku tentunya ikut mengatur dan mengisi segala perabotan di rumah baru kami itu dengan hasil jerih payah kami berdua.Aku sering kerumah orangtuaku jika di kantor tidak terlalu sibuk.Terkadang aku tidur di sana agar mereka tidak merasa kehilangan.Terkadang di saat suamiku mendapat tugas ke luar daerah meninjau proyek untuk beberapa hari,aku selalu tidur di rumah orangtuaku.Syukurlah belakangan ini,cucu pakAli sering datang dan menginap di rumah orangtuaku. Mereka amat terhibur dengan kehadiran anak itu. Ada semburat kesedihan pada orangtuaku karena aku belum mampu memberinya cucu yang amat mereka harapkan.Sering mereka berdua ke tempat kakakku di propinsi tetangga untuk mengobati kerinduan mereka pada cucunya.Akupun terkadang menyempatkan diri juga ikut orangtuaku ke sana untuk melihat kelucuan keponakanku.Dihari tuannya orangtuaku amat menikmati hari tuanya dengan mengunjungi anak-anaknya yang telah memberinya beberapa orang cucu yang manis manis dan gagah gagah
Hingga terjadilah peristiwa yang merubah hidupku. Ketika itu,kedua orangtuaku berkunjung ke Jakarta,untuk mengunjungi anak dan cucunya selama sebulan.Aku yang tinggal di Padang tentunya harus sering melihat lihat rumah orangtuaku meski ada yang menunggui yaitu pak Ali dan istrinya.Aku hanya berkunjung untuk beberapa saat.Saat itu kebetulan pekerjaan di kantor agak longgar dan mmg saat itu amat santai.Rupanya pak Ali akan ke Maninjau untuk melihat rumah orangtuaku disana.Pak Ali amat tahu akan kewajibannya.Ia tidak pernah melupakannya meski kadang tidak disuruh.Mungkin itu adalah rasa pengabdiannya kepada mendiang kakekku yang telah membesarkannya.Jadi ia amat di percaya bisa memelihara rumah yang di kampung itu.Siang itu ia hendak berangkat dan bertemu denganku.Aku yang sudah beberapa bulan tidak lagi pernah kesana ,terakhir saat aku berbulan madu beberapa bulan yang lalu.Ingin juga kesana.Aku rindu suasananya yang alami dan sejuk.Kebetulan suamiku lagi mendapat pelatihan ke Surabaya dari instansinya selama 1 bulan.Aku berpikir alangkah nyamannya jika bisa ke Maninjau saat itu.Namun aku harus izin dulu pada suamiku.Aku tdk ingin berangkat tanpa izin dari suamiku.Akupun bilang bahwa aku berangkat dengan pak Ali orang yang amat di kenal suamiku.Jadi selama aku ke Maninjau suamiku tidak akan kuatir terhadapku sebab aku berangkat dengan orang kepercayaan keluarga kami.Melalui telpon aku minta izin.Iapun memberiku izin dan berpesan agar berhati hati di jalan jika aku sedang menyopiri mobil.Dengan berterima kasih pada suamiku yang memberi izin aku berangkat ke Maninjau bersama pak Ali.Mobil aku yang nyetir,sebab pak Ali tidak bisa menyetir mobil.Padahal dari dulu ayahku menyuruhnya belajar stir,namun ia tetap tdk mau,ia lebih suka menjadi pembantu dan juga menjaga rumah saja katanya.Siang itu aku berangkat yang sebelumnya aku makan dulu karena di suruh istri Pak Ali.Istri pak Ali berpesan padaku untuk jangan ngebut dalam menyetir mobil.Nasehat ibu yang sudah aku anggap orangtuaku itu aku turuti.Akupun berpesan padanya agar hati-hati di rumah sebelum aku berangkat.Pak Ali duduk di depan di samping aku.Selama perjalanan ia beberapa kali mengingtkan aku untuk berhati hati karena hujan dan banyaknya kendaraan yang bersiliweran.Karena sudah menganggap dia orangtuaku makanya aku menurut saja,hingga menempuh jalan yang berbelok belok .Beberapa jam kemudian kami sampailah di rumah.
Kemudian mobil aku masukan ke garasi di rumah itu karena pagar telah dibuka Pak Ali. Mobil aku parkir didalam.Lalu aku berlalu dan berjalan ke halaman luar untuk menghirup udara segar sore itu.Sedangkan Pak Ali sibuk menurunkan barang-barang bawaan yang akan ia letakkan di rumah itu. Juga tidak ketinggalan makanan yang ia bawa dari Padang untuk kami berdua.Setelah berkeliling rumah dan merasa capai, akupun masuk kedalam.
0 Komentar