Pak Reman yang sudah diranjang langsung naik dan menduduki tubuh Fika. Kedua tangan Fika yang tadi memegangi perutnya kini diraih dan dikunci diatas kepalanya sendiri. Kondisi ini membuat Fika tak lagi bisa bergerak. Dia terus menangis menyadari apa yang akan terjadi kepadanya malam ini.
“Haha, nangis aja dulu, nanti juga bakal keenakan kamu. Sama aja kayak temen kamu si Eva sama Shinta itu” ucap Pak Reman.
Fika terkejut ketika Pak Reman menyebut nama kedua temannya itu. Dia menebak-nebak apa yang telah dilakukan oleh Pak Reman kepada mereka berdua. Tapi bagaimana mungkin? Bukankah Eva itu masih saudaranya sendiri? Melihat Fika yang terkejut tawa Pak Reman semakin lebar.
“Asal kamu tahu Fik, Eva itu bukan saudaraku. Dia itu atasanku di kantor, tapi diluar kantor dia itu budakku. Budak seksku. Sama seperti Shinta, yang siap ngasih memeknya setiap aku butuh. Dan mulai malam ini, kamu akan jadi budak seksku selanjutnya, hahaha”
“Aku sengaja ikut mereka berdua ke nikahan kamu karena aku ngelihat undangan dirumah Eva. Dan sejak itu aku udah ngincer kamu. Sekarang giliran kamu yang ngerasain keperkasaan kontolku, hahaha”
Fika menjadi semakin ketakutan. Dia tak menyangka kalau kedua temannya itu ternyata sudah menjadi budak nafsu lelaki yang saat ini sedang menindihnya, yang sebentar lagi akan memperlakukannya seperti dia memperlakukan kedua temannya. Fika semakin menangis dan menggelengkan kepalanya, tidak rela dirinya dilecehkan seperti ini.
“Sekarang, mari kita lihat seindah apa tubuh yang selalu kamu sembunyikan ini” Pak Reman kemudian mengangkat jilbab Fika yang masih terpakai hingga sebatas leher.
“Jangan pak, jangan, saya mohon lepasin saya”
Breeet. Sebuah tarikan keras membuat kancing baju Fika terlepas hingga menampakan dada dan perutnya yang putih bersih.
“Kyaaaaa jangaaaann”
Plak plak plak. Kembali pipi Fika menerima beberapa tamparan keras dari Pak Reman yang membuatnya semakin memerah. Fika hanya bisa terus menangis tanpa melakukan perlawanan. Tubuhnya benar-benar sulit digerakan karena sudah dikunci oleh Pak Reman. Dia memejamkan mata, tidak mau melihat lelaki itu yang sedang tersenyum menjijikan menatap tubuhnya yang sudah mulai terbuka.
Tangan Pak Reman bergerak dengan cepat, sehingga kini baju dan beha Fika tak lagi menutupi bagian depan tubuhnya. Tangannya meremas-remas buah dada Fika yang masih begitu padat, mirip dengan yang dipunyai Eva, baik itu ukuran ataupun kekenyalannya. Puting susunya yang mungil dan berwarna kemerahan itu dipelintir-pelintir oleh Pak Reman membuat Fika meringis kesakitan. Dia begitu terhina karena bagian tubuh yang selama ini hanya pernah dilihat oleh suaminya kini dijamah dengan seenaknya oleh lelaki lain yang usianya jauh lebih tua darinya.
Tak ingin berlama-lama bermain di dada Fika, tangan Pak Reman dengan cepat menarik celana panjang dan celana dalam Fika sekaligus. Kini Fika sudah telanjang bulat, hanya menyisakan jilbab yang sengaja dibiarkan oleh Pak Reman. Dengan kasar jari-jari Pak Reman menggesek bibir vagina Fika yang masih kering itu.
0 Komentar